Eksposisioner Ala Harvard dalam Pedagogi Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi

Oleh Adi Arwan Alimin, S.Pd. M.Pd. (Akademisi HIS)

KOMPETENSI esensial bagi mahasiswa di perguruan tinggi diataranya kemampuan menulis akademik. Keterampilan ini sesungguhnya wajib bagi siapapun yang sedang menempuh pendidikan tinggi untuk membantu mereka menyampaikan gagasan, ide, secara logis, dan jelas. Serta bagi kepentingan tugas akhirnya yang penuh daya kritis, dan kaya informasi secara sistematis.

Dalam konteks Indonesia, mata kuliah Bahasa Indonesia telah lama menjadi wahana pengembangan keterampilan berbahasa yang meliputi aspek berbicara, membaca, menyimak, dan menulis. Namun, realitas di lapangan pembelajaran menulis akademik, khususnya teks eksposisi argumentatif, masih menghadapi tantangan serius terlebih dalam perkembangan digitalisasi.

Mahasiswa kerap menunjukkan kecenderungan menulis secara naratif-deskriptif dan kurang menguasai teknik menyusun argumen yang logis, terstruktur, dan meyakinkan. Sementara perkembangan pedagogi menulis di dunia internasional telah mengalami pergeseran signifikan, salah satunya ditunjukkan oleh model Expository Writing Program di Universitas Harvard. Program yang menekankan proses menulis bersifat iterative atau berulang-ulang, dan berbasis umpan balik (peer dan instruktur), serta mendorong mahasiswa membangun argumen dengan menggunakan sumber yang kredibel.

Mahasiswa idealnya tidak hanya menulis untuk memenuhi tugas, melainkan dilatih menulis sebagai bentuk berpikir kritis dan komunikasi akademik. Agar pendekatan ini mampu menciptakan siklus belajar menulis yang berlapis, dimulai dari kemampuan membangun tesis, menyusun argumen, mendapatkan masukan, merevisi, hingga menghasilkan teks akhir yang impactful secara intelektual.

Di Indonesia, berbagai metode pembelajaran telah diterapkan untuk meningkatkan kemampuan menulis eksposisi, seperti metode ekspositori, Think-Talk-Write, pembelajaran berbasis masalah, dan pendekatan metakognitif. Meskipun menunjukkan hasil yang positif dalam peningkatan hasil akhir tulisan, sebagian besar pendekatan tersebut belum secara eksplisit menekankan proses revisi dan penguatan argumen melalui interaksi antarpenulis dan pembaca (peer). Pembelajaran menulis masih sering bersifat statis dan berorientasi pada produk kerja kelompok atau pribadi, bukan proses panjang yang memerlukan pendalaman.

Dengan latar ini, perlu dikembangkan sebuah model pembelajaran menulis akademik yang lebih dinamis, reflektif, dan sesuai dengan tantangan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan menerapkan metode eksposisioner ala Harvard ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi sebagai pendekatan alternatif yang menekankan pada:

  1. Penulisan berbasis argumen yang terstruktur secara akademik,
  2. Proses revisi bertingkat yang didukung umpan balik dari sesama mahasiswa dan dosen,
  3. Transferabilitas keterampilan menulis ke berbagai konteks akademik lainnya.

Dengan mengadopsi prinsip-prinsip dari Harvard Expository Writing Program, tulisan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas tulisan mahasiswa, tetapi juga membentuk cara berpikir kritis dan logis yang menjadi fondasi penting dalam dunia akademik. Penulis juga berharap metode ini akan menghadirkan model pembelajaran menulis yang memiliki nilai kebaruan (novelty), serta dapat direplikasi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Menulis Eksposisi sebagai Kompetensi Akademik

Teks eksposisi merupakan jenis tulisan yang bertujuan menjelaskan, menguraikan, atau membuktikan suatu pendapat secara logis dan sistematis (Keraf, 2001). Dalam konteks akademik, kemampuan menulis eksposisi menuntut keterampilan menyusun tesis yang jelas, argumen yang terstruktur, dan penggunaan data atau referensi yang valid sebagai dukungan. Tarigan (2008) mengatakan, bahwa kemampuan ini merupakan bentuk konkret dari berpikir logis dan kritis dalam dunia tulis.

Sedang Flower dan Hayes (1981) dalam Cognitive Process Theory of Writing menekankan bahwa menulis bukan hanya proses menuangkan pikiran, melainkan proses berpikir itu sendiri. Pembelajaran menulis eksposisi yang baik harus memfasilitasi mahasiswa atau siapapun untuk menyusun, menguji, dan merevisi argumennya seiring proses berpikir berkembang. Teori Proses Kognitif Menulis Flower & Hayes adalah model yang menjelaskan cara penulis berpikir dan bekerja (yomu.ai, 2024).

Pendekatan Harvard Expository Writing Program

Harvard Expository Writing Program, khususnya dalam kursus Expos 20, dirancang untuk mengembangkan kemampuan menulis argumentatif mahasiswa baru. Program itu menekankan tiga hal utama: pembentukan tesis yang dapat diperdebatkan (arguable thesis), pengembangan argumen berbasis bukti dan struktur logis, serta proses revisi bertingkat yang disertai umpan balik mendalam (Harvard Writing Program, 2023).

Pembelajaran disusun dalam siklus: membaca teks stimulus → merumuskan argumen → menyusun draft → peer review → revisi → final essay. Sejak tahun 1872, Program Penulisan Harvard College mengajarkan dasar-dasar penulisan akademik bagi mahasiswa tahun pertama (https://writingprogram.fas.harvard.edu).

Selain itu, model ini juga menciptakan kultur pembelajaran menulis secara kolaboratif, di mana mahasiswa belajar tidak hanya dari instruktur, tetapi juga dari rekan sejawat mereka melalui sesi diskusi, workshop, dan umpan balik terbuka. Hal ini memperkuat aspek scaffolding yang sejalan dengan gagasan Vygotsky (1978) tentang zona perkembangan proksimal, di mana mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan menulis melalui bimbingan dan interaksi yang intensif.

Dalam konteks Indonesia, mata kuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi secara normatif dirancang untuk mengembangkan keterampilan berbahasa mahasiswa, termasuk keterampilan menulis akademik. Namun, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan seringkali masih berfokus pada penyampaian teori dan penugasan menulis yang bersifat satu arah (Suyanto, 2019; Arifin, 2020).

Penilaian cenderung menitikberatkan pada aspek teknis semata, seperti struktur kalimat dan ejaan, bukan pada kedalaman argumen dan struktur logika tulisan.

Beragam metode telah diterapkan, misalnya ekspositori (Muslich, 2017), Think-Talk-Write (Sumarna, 2018), Problem-Based Learning (Kurniawati, 2021), dan pembelajaran berbasis proyek (Siregar, 2020). Meski demikian, pendekatan-pendekatan ini umumnya tidak memasukkan dimensi revisi iteratif dan umpan balik sejawat secara terstruktur, yang justru menjadi inti dari praktik pembelajaran menulis akademik di institusi seperti Harvard.

Hingga saat ini, belum banyak penelitian yang mengintegrasikan pendekatan Harvard Expository Writing ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi, terutama dalam bentuk penelitian tindakan kelas yang berfokus pada proses menulis secara bertahap. Gap inilah yang menjadi dasar urgensi penelitian ini.

Metode yang akan dilaksanakan di Institut Hasan Sulur (HIS) ini ingin menawarkan inovasi dengan menempatkan mahasiswa sebagai penulis aktif dalam komunitas akademik, menggunakan pendekatan revisi dan feedback sebagai bagian utama proses belajar, dan lebih menekankan pada pembentukan logika argumen sebagai keterampilan dasar menulis akademik.

Tulisan ringkas ini diinspirasi dialog Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI Profesor Stella Cristhie di Program Kick Ady bersama Andy F. Noya. Semoga menjadi kontribusi gagasan yang nyata bagi pengembangan ilmu dan pengajaran Bahasa Indonesia di jenjang pendidikan tinggi dan membuka peluang perumusan kurikulum menulis akademik sebagai proses yang lebih komprehensif. (*)

Mamuju, 21 September 2025