Dr. Ritabulan dari Unsulbar Kaji Jalur Sutera Mandar

Peserta Bersepeda Marasa Jalur Suter Mandar melintas di Panuttungang yang dulunya sentra kebun murbei di Mandar. (Foto: SC)

TINAMBUNG, mandarnesia.com–Pelaksanaan Jalur Sutera Mandar yang dilaksanakan komunitas Panggoling Mandar Balanipa bekerjasama Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat kemarin (4/4) ternyata dikaji salah satu peneliti di Universitas Sulawesi Barat, Dr. Ritabulan.

Usai acara, dosen kehutanan tersebut membuat status di media sosial, “Selamat atas terselenggaranya Bersepeda Marasa hari ini. Sayangnya, tdk sempat ikut memantau seharian krn ada agenda lain. Sebelumnya, terima kasih juga kpd kak Muhammad Ridwan Alimuddin yg telah membantu dlm penyiapan materi presentasi ttg (lesson learn) Pengembangan Jalur Sutra Mandar. Ini menjadi salah satu praktik pengembangan jalur interpretasi yg penting dalam konteks budaya dan wisata yang mengedukasi (ekowisata). Insya Allah ini msh akan berkembang.”

Sekedar informasi, pada 27 Maret dilaksanakan PKM Online Series Asosiasi Dosen Pengabdian Masyarakat Batch 5, yang dibuka Menteri Pariwisata Sandiaga Uno. Bersama dosen lain, pembicara memaparkan kajian kepariwisataan di daerah masing-masing. Dr. Ritabulan mengangkat kasus interpretasi di Berspeda Marasa bagian Jalur Sutera Mandar, “Pengembangan Jalur Interpretasi Wisata Budaya untuk Pelestarian Kain Sutera Mandar di Sulawesi Barat”.

Menurut Dr. Ritabulan, ditinjau dari aspek ekowisata, pembuatan Jalur Sutra Mandar adalah representasi penerapan konsep interpretasi yang bagus dalam mengedukasi masyarakat tentang Sutra Mandar melalui kegiatan Bersepeda Marasa.

“Tujuannya jelas agar masyarakat yang mengikuti kegiatan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang sejarah persutraan di Mandar. Tujuan akhirnya tentu ada kepedulian dan komitmen untuk mendukung upaya-upaya pelestarian Sutra Mandar yang saat ini terancam punah,” kata Dr. Ritabulan yang menyelesaikan S1 di Universitas Hasanuddin, S2 dan S3 di Institut Pertanian Bogor.

Tambahnya, selain peta jalur intepretasi dan tujuan, pada kegiatan ini teridentifikasi sejumlah program, media interpretasi, sasaran, serta para stakeholders dan peranannya masing-masing. “Yang menarik karena kegiatan ini melibatkan para pelaku ekonomi kreatif di bidang persutraan. Ini juga menjadi poin penting karena sebuah kegiatan ekowisata juga harus mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai bentuk “multiplier effect” dalam kegiatan ekowisata. Bersepeda Marasa dengan Jalur Sutra Mandar-nya ini juga cukup ikonik sehingga menjadi brand wisata baru di Sulawesi Barat,” terang Dr. Ritabulan yang juga pernah mengkaji Hutan Bambu Alu sebagai tempat pelaksanaan Festival Sungai Mandar.

Menanggapi apa yang dilakukan Dr. Ritabulan, Muhammad Ridwan Alimuddin sebagai koordinator Bersepeda Marasa sangat mengapresiasi. “Ini sesuatu yang luar biasa. Yang begini kami tunggu-tunggu, bahwa idealnya apa yang berkembang di masyarakat dikaji atau ditindaklanjuti pihak perguruan tinggi. Apa yang kami lakukan kan sebagai awal. Dengan adanya kajian peneliti, itu bisa memberi gambaran bahwa apa yang kami lakukan diapresiasi dan bisa memberi masukan. Saya menyampaikan terima kasih buat Dr. Ritabulan yang sering mengapresiasi lewat risetnya apa yang dilakukan teman-teman. Selain Bersepeda Marasa, beliau juga mengkaji Festival Sungai Mandar dan Gonda Mangrove Park,” kata Muhammad Ridwan yang juga sedang menyelesaikan naskah buku Kronik Sutera Mandar. (RLS).

Ketfot: Peserta Bersepeda Marasa Jalur Suter Mandar melintas di Panuttungang yang dulunya sentra kebun murbei di Mandar (Foto: SC)