Sebuah studi mengungkap, tidur di dekat smartphone yang aktif berisiko bagi kesehatan. Tim dokter California Department Public Health, Amerika Serikat (AS) membenarkan studi tersebut.
Menurut mereka, sinyal radiasi dari smartphone terdiri dari emisi radiofrekuensi (RF). Emisi ini biasanya digunakan untuk melakukan transfer informasi Emisi RF yang bisa merusak otak penggunanya dalam jarak dekat dengan menyebabkan anomali sel-sel otak.
Ujung-ujungnya bisa menyebabkan tumor atau bahkan kanker di otak atau telinga.
Selain kanker, akibat membiarkan smartphone berada di tempat tidur saat tidur adalah terkena hypervigilance. Ini merupakan suatu gejala otak yang dapat membuat seseorang mengalami rasa tegang dan kewaspadaan secara terus menerus.
Dr. Charles Czeiler, seorang Profesor kedokteran yang meneliti ritme tidur dari Harvard University mengungkapkan bahwa cahaya yang dipijarkan smartphone juga menyebabkan gangguan ritme alami tubuh seseorang.
Beberapa efek negatif medsos terhadap otak: pertama, otak kita bisa dibuat ketagihan. Menurut penelitian, 5-10 % pengguna internet di dunia ini merasa kesulitan lepas dari media sosial.
Internet addiction disorder (IAD) salah satunya disebabkan karena kita bisa sangat mudah mendapatkan reward –berupa likes (penghargaan), atensi, serta komentar- dengan usaha yang gampang.
Adiksi ini mirip kayak adiksi yang ditimbulkan narkoba yang bisa mengontrol proses emosi, jangkauan perhatian serta pengambilan keputusan.
Kedua, konsentrasi mudah terpecah akibat kebiasaan multitasking.
Kebiasaan multitasking ini membuat pelaku sangat rentan terhadap intervensi atau distraksi. Pelaku mudah terganggu, konsentrasi mudah pecah, dan kesulitan menyerap informasi.
Ketiga, otak jadi terlalu peka sama notifikasi. Media sosial yang selalu memberikan notifikasi tiap kali ada update, ternyata berdampak negatif pada sistem saraf kita. Karena terbiasa melihat ponsel tiap kali tanda notifikasi masuk, kita jadi kerap mengira tanda apa pun (bunyi, getaran, dll) yang masuk ke indera, kita mengira sebagai notifikasi dari medsos yang harus segera kita tanggapi.
Gejala ini disebut phantom vibration syndrome.
Keempat, memicu produksi hormon kebahagiaan. menurut data dari Toll Free Forwarding, twitteran 10 menit bisa memicu keluarnya hormon oksitosin sebanyak 13%. Hormon oksitosin ini dikenal sebagai hormon yang bikin bahagia atau hepi.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa dengan bersosmed kita menjadi senang dan puas karena 80% kita melibatkan diri kita dalam berinteraksi dengan orang banyak.
Hal ini menyebabkan kita gemar mengekspresikan diri dan terobsesi pada diri kita sendiri. keadaan ini merangsang keluarnya hormon dopamine, sebuah hormon yang keluar ketika kita sangat senang, puas dan orgasme.
Digital Minimalism Sebagai Alternatif Solusi
Dari penjelasan mengenai efek dan ekses negatif yang sangat berbahaya bagi kehidupan kita maka sangat perlu melakukan pencegahan sejak dini agar kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu lama.
Kita harus mulai menyadari dan mengambil kembali kehidupan kita, karena mungkin selama ini kita hanya melakukan kebiasaaan yang tidak kita sadari karena hanya mengikuti kebanyakan orang. Kita harus merebut kembali kehidupan kita mulai saat ini dan melakukan kontrol terhadap apapun yang masuk ketubuh kita mulai dari makanan yang kita konsumsi, kebiasaan tidur kita, sampai informasi yang masuk ke otak kita. Yang terakhir ini yang penting, karena informasi kebanyakan masuk melalui medsos.