Belajar Berbasis Cara Kerja Otak (2)

69 / 100

Oleh: Fiqram Iqra Pradana (CEO Manabrain Institute)

Ikan dan minyak ikan adalah makanan yang baik bagi perkembangan otak karena mengandung omega-3. Omega-3 disebut juga sebagai asam lemak esensial, karena orang jika ingin tetap sehat maka harus mengkonsumsinya.

Omega-3 juga terdapat dalam daging rusa, daging kerbau, minyak canola, minyak zaitun, dan sayuran hijau atau dari hasil kerja tubuh mengolah sebagian asam lemak dari kacang, sayuran dan daging yang tidak berlemak.

Selain omega-3, otak juga membutuhkan omega-6 yang diperoleh dari jagung, kedelai, sereal, telur, kebanyakan minyak goreng dan makanan cepat saji. Perbandingan yang ideal antara omega-3 dan omega-6 adalah 1 : 1. Namun pada makanan modern, perbandingan itu sudah sampai pada tingkat yang menakutkan 50 : 1.

Cerdas dengan Gerakan

“Gerakan adalah pintu menuju pembelajaran,” tulis Paul E.Dennison. Semakin kita memperhatikan hubungan timbal balik yang rumit antara otak dan tubuh, semakin jelas muncul satu hal: gerakan sangatlah penting bagi pembelajaran.

Gerakan membangkitkan dan mengaktifkan kapasitas mental kita. Gerakan menyatukan dan menarik informasi-informasi baru ke dalam jaringan neuron kita. Gerakan sangat vital bagi semua tindakan untuk mewujudkan dan mengungkapkan pembelajaran kita, pemahaman kita, dan diri kita.

Setiap kali kita bergerak dalam cara yang teratur dan halus, otak akan diaktifkan secara penuh dan integrasi terjadi, pintu kepada pembelajaran terbuka dengan alami. Howard Gardner, Jean Ayres, Rudolph Steiner, Maria Kephardt dan para pembaharu ternama lainnya dalam dunia pendidikan telah menekankan pentingnya gerakan dalam proses pembelajaran.

Howard Gardner dalam paparannya tentang Bodily-Kinesthetic Intelligence: gambaran tentang penggunaan tubuh sebagai salah satu kecerdasan mungkin pada awalnya cukup mengejutkan. Terdapat jurang yang lebar dalam tradisi kultural kita antara kegiatan penalaran, pada satu sisi dan kegiatan jasmaniah kita yang diwujudkan dalam tubuh, pada sisi yang lain.

Pemisahan antara yang “mental” dan “jasmaniah” seringkali diiringi dengan gagasan bahwa apa yang kita lakukan dengan tubuh kita adalah kurang istimewa, kurang utama dari kegiatan-kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan lebih banyak oleh penggunaan bahasa, logika, atau sistem simbolik lain yang relatif abstrak.

Ketika kita membicarakan apa yang kita telah pelajari, gerakan fisik akan menginternalisasikan dan memadatkannya dalam jaringan saraf. Itulah sebabnya, setelah mempresentasikan materi baru di kelas, sebaiknya Anda meminta murid-murid Anda untuk memegang seseorang dan berbagi secara verbal tentang bagaimana mereka memahami materi baru ini secara personal.

Sebagian besar orang memiliki kecenderungan untuk berpikir lebih baik dan lebih bebas bila melakukan kegiatan fisik yang memerlukan konsentrasi rendah secara berulang kali. Banyak orang yang mengatakan bahwa mereka berpikir lebih baik saat berenang, berjalan santai, saat bercukur atau menggerakan kaki atau pulpen ketika belajar.

Ternyata hal ini memiliki landasan biologisnya. Menurut ahli sains saraf, dua daerah pada otak yang sebelumnya dianggap hanya mengendalikan gerakan otot yaitu basal ganglia dan serebelum, ternyata juga penting dalam mengoordinasikan pikiran. Daerah-daerah ini dihubungkan dengan lobus frontal, tempat terjadinya perencanaan dan penyusunan kegiatan di masa yang akan datang.

Penelitian mutakhir membantu menjelaskan bagaimana gerakan secara langsung bermanfaat kepada sistem saraf. Kegiatan otot, terutama kegiatan yang terkoordinasi, tampak menstimulasi produksi neurotrophin, substansi alami yang merangsang pertumbuhan sel-sel saraf dan meningkatkan jumlah koneksi saraf dalam otak.

Penelitian terhadap hewan membuktikan hal ini. Di sebuah penelitian di University of California, Carl Cotman menemukan bahwa tikus yang berlari dalam jentera di kandangnya, memiliki lebih banyak neurotrophin ketimbang tikus yang tak banyak bergerak.

Cerdas dengan Pengayaan

Secara singkat, pengayaan adalah upaya untuk mengembangkan jaringan-jaringan neuron yang baru atau menghidupkan kembali fungsi-fungsi neural yang hilang. Dengan pengayaan, secara sistematis kita memodifikasi lingkungan; lalu lingkungan mengubah struktur otak

Gerald Edelman, neurology pemenang hadiah Nobel dan kepala The Neurological Institute di the Scripps Clinic, La Jolla, California memperkenalkan teori Neural Darwinism yang menjadi basis untuk melakukan program pengayaan (enrichment).

Neural Darwinism adalah teori yang menjelaskan bahwa otak memang harus plastis (lentur), yakni harus berubah ketika lingkungan dan pengalaman berubah. Itulah sebabnya mengapa kita bisa memperoleh (learn) dan juga bisa menghilangkan pelajaran (unlearn). Teori inilah yang mendasari dua buah mantra dalam buku ini.

Neurons that fire together, wire together” berarti bahwa makin sering kita mengulangi tindakan dan pikiran yang sama, makin kuat kita membentuk koneksi-koneksi tertentu dan makin kukuh sirkuit saraf di dalam otak untuk tindakan tersebut. “Use it or lose it” menjadi akibat logis: jika kita tidak melatih sirkuit otak kita, koneksi tidak akan sesuai lagi dengan lingkungan, perlahan-lahan akan melemah dan akhirnya hilang.

Rentangan lingkungan yang diperkaya bagi manusia tidak terbatas. Bagi sebagian orang, berinteraksi dengan objek sudah menyenangkan; bagi yang lain, memperoleh informasi sangat memuaskan; dan bagi yang lainnya lagi, bekerja dengan pikiran-pikiran kreatif sangat membahagiakan.

Tetapi apapun jenis pengayaan, tantangan yang dihadapi sel-sel otak itulah yang penting. Salah satu cara yang memastikan kesinambungan pengayaan adalah mempertahankan rasa ingin tahu sepanjang hidup kita. Selalu bertanya tentang diri Anda dan orang lain dan pada gilirannya mencari jawabannya akan memberikan tantangan terus menerus pada sel-sel otak. []