Pappuangan Limboro adalah penanggung jawab wilayah dataran tinggi sementara Pappuangan Biring Lembang menjadi penanggung jawab wilayah muara sungai dan pesisir. Selanjutnya dibentuk struktur yang menangani persoalan yang terjadi di masyarakat yaitu Pa’bicara Kayyang dan Pa’bicara Kenje.
Pada masa Todilaling, kerajaan Passokkorang masih menjalankan pemerintahannya sebab ekspansi Balanipa terhadap Passokkorang di era Todilaling berakhir dengan perjanjian damai.
Nanti pada masa Tomepayung, Kerajaan Passokkorang benar-benar dibumihanguskan sehingga wilayah adat Passokkorang bernama Mangoi doubah menjadi Luyo, Baro-Baro diubah menjadi Tenggelang dan kedua daerah ini masing-masing diberi jabatan (sokko’) hingga dikenal sebagai jabatan adat sappulo sokko’ yaitu (1) Pa’bicara Kayyang adalah Kepala Distrik Batulaya sekaligus membidangai kepala urusan hokum, (2) Pa’bicara Kenje adalah Kepala Distrik Kenje sekaligus membidangi urusan istana, (3) Pappuangan Limboro adalah Kepala distrik Limboro sekaligus membidangi kepala urusan pemerintahan, (4) Pappuangan Biring Lembang adalah Kepala distrik Biring Lembang sekaligus membidangi kepala urusan luar kerajaan. (5) Pappuangan Tenggelang adalah Kepala distrik Tenggelang sekaligus membidangi kepala urusan perhubungan, (6) Pappuangan Koyong adalah Membidangi urusan kepala keuangan dan kepala syahbandar, (7) Pappuangan Rui’ membidangi kepala urusan inteligen istana, (8) Pappuangan Lakka membidangi kepala urusan pertanahan dan kelautan, (9) Pappuangan Lambe membidangi kepala urusan perindustrian, (10) Pappuangan Luyo membidangi kepala urusan kehutanan (H. Ahmad Asdy, 2015; Nurdin Hamma, 2016; Muhammad Amin Daud, 2016).
Inilah struktur pemerintahan tradisional yang diberlakukan di Kerajaan Balanipa dari I Manyambungi Todilaling sampai Hj. Sahari Bulan atau Puang Monda’.
(Bersambung)