Mengungkap Pusat Peradaban Balanipa – Sendana – (Penguatan Identitas, Kebhinekaan dan Kemaritiman Mandar
Reportase Muhammad Munir
Selasa, di bilangan 11 Oktober 2022, Tim peneliti dari BRIN menuju ke salah satu perkampungan tua yang dikenal dengan nama Buyung. Dalam struktur dan tatanan masyarakat adat, Saleko dan Buyung (biasa disebut Saleko Buyung) adalah puncak atauang. Bahkan dari sinilah trah kebangsawanan lahir, baik itu bangsawan raja maupun bangsawan adat.
Perkampungan tua ini ditandai dengan adanya kompleks makam Buyung di puncak bukit diseberang Lembang Togang-Todang. Makam tua Buyung sekarang masuk dalam peta administratif Lingkungan Pande Bulawang Kelurahan Balanipa. Di Kompleks inilah bangsawan adat dimakamkan sejak dahulu dan sampai sekarang makam tersebut masih bisa dilihat.
Untuk menuju ke Kompleks makam ini, bisa melalui Desa Napo Kecamatan Limboro tapi kondisi medan jalan agak terjal. Alternatif lainnya adalah melalui Lamasariang Kelurahan Balanipa ke Oting dan Pande Bulawang. Di Lingkungan Pande Bulawang, para pengunjung harus berjalan kaki menyeberangi sungai Todang-Todang.
Di atas bukit seberang sungai itulah terdapat kompleks pemakaman tua yang disebut Buyung atau Napo Buyung.
Di Kompleks inilah pemakaman para bangsawan adat bersama perangkat dan keluarga besarnya, termasuk Puang Kali, ana’ pattola dan tomabubeng. Adapun pemakaman untuk Pa’ambi ditempatkan tersendiri di sebuah bukit antara Buyung dan Saleko.
Tak jauh dari Makam Pa’ambi juga terdapat sebuah perkampungan bernama Gandang yang menurut Muhammad Ilyas Yacub, terdapat makam Puang di Gandang atau ayahanda dari Todilaling.
Saat ini, tak ada lagi warga yang berdomisili di tempat ini, sebab umumnya mereka memilih lingkungan Pande Bulawan sebagai tempat bermukim. Pande Bulawang memang strategis untuk menjadi pemukiman sebab di kampung ini, menurut Bojes Tambono, terdapat dua sungai yang melintasi kampung ini, yaitu Lembang Todang-Todang dan Lembang Mosso.
Aliran sungai ini menjadi salah satu faktor mengapa wilayah ini menjadi perkampungan sejak dulu. Sungai selalu menjadi alasan mendasar lahirnya sebuah peradaban besar. Terlebih, Salah satu arti dari kata Mandar adalah “air” atau “sungai”. Ini artinya Mandar sejak awal senantiasa dilekatkan dengan air, sungai, salu/maloso. Lihatlah cerita tentang dua sosok Pongka Padang dan Torije’ne yang sekaligus dikonsepsikan sebagai manusia yang mengusung kerangka peradaban Mandar.