Suasana di Audotorium Unasman pun semakin riuh, dan berjejal, bergantian berfoto bersama sastrawan asal Madura D. Zawawi Imron. Alhamdulillah aku bisa berselfi bareng sastrawan yang kukagumi. Di sela-sela riuhnya para pecinta sastra berfoto, seketika ada rasa bahagia mewarnai semangatku.
Sastra adalah ate mapaccing, demikian D. Zawawi Imron mendefinisikan sastra yang disampaikan pada orasi kesusastraan saat membuka Festival Sastra Mandar di aula Unasman Polewali, Sabtu 9 November 2019.
“Saya menerjemahkan definisi sastra dari Zawawi Imron tersebut sebagai pengertian paling sufi, paling suci, paling esensi dalam sebuah karya sastra. Sastra serta kekuatan yang dilahirkannya, tentu sangat bergantung dari hati yang menggerakkannya. Karya sastra adalah karya hati yang tulus yang bersih. Sehingga untuk membangun kesusastraan yang indah dan bermanfaat harus dimulai dari menjadi pemilik hati yang bersih atau mapaccing,” tutup As’ad Sattari selaku Sekertaris HISKI Komisariat Sulbar.
Adapun salah satu karya D. Zawawi Imron. Di mana karya ini senantiasa memantik rasa bersastraku.
Kalau mendung hitam sudah diatas kepala
Jagan larang hujan turun ke bumi
Kalau ingin bertiup dengan kencangnya
Jagan larang daun-daun kering berguguran
Kalau senyummmu selalu mekar dalam hatiku
Jangan larang aku tetap setia dan rindu padamu.
Terimah kasih sastrawan yang kukagumi, telah berkunjung di kampus biruku, Universitas Al-Asyariah Mandar. Adrenalinku terpacu untuk memesrai sastra lebih dalam lagi.