Pohon tinggi selalu diterpa hembus angin lebih kuat. Tanpa akar yang mencengkeram dan menghunjam bumi, batang pohon yang meninggi pasti bakal patah atau ambruk ke tanah. Analogi ini menjelma sebagai andai pada tahap atau pencapaian setiap orang dalam hidupnya. Konsep ini mesti dipahami sebagai amsal saat meniti jembatan apapun dalam usaha merangkai impian.
Lihatlah pohon bambu, pada akarnyalah batang beruas itu memegang kekuatannya. Akar-akar kecilnya melambangkan setiap upaya yang dilakukan setiap anak manusia dalam merebut, dan menjemput hasil usaha. Mereka yang memegang falsafah akar bambu akan membiarkan dirinya melewati proses yang mungkin sangat melelahkan, amat panjang atau bahkan tak mungkin dicapai. Sayangnya, tidak sedikit yang limbung sementara akar baru saja tumbuh.
Pernahkah anda melihat rumpun bambu tumbang karena dihempas angin ribut? Bila iya, itu saya yakin hanya satu dari sepersekian kasus yang terjadi. Sebab bambu demikian kokoh membangun dirinya, dari akar, barulah tumbuh sebagaimana adanya pepohonan.
Sayangnya, banyak diantara kita yang bermental bungkus mi instan. Sebuah kesuksesan hendak diterobos dengan memintas kesempatan. Keberhasilan juga kerap dianggap begitu mudah dicapai dengan menafikan semangat kerja, atau keberanian dalam mengambil keputusan-keputusan yang mungkin menyulitkan. Pada contoh semacam itu, saya selalu melihat kegagalan dan keputusasaan pada akhirnya. Hidup ini bukan mi seduhan, sekali tuang air panas, maka nikmatilah. Padahal dalam hidup ini tak ada yang tidak mungkin! Semua impian bisa dicapai sepanjang kita fokus dalam memperolehnya, meski dengan cara satu demi satu. Hari demi hari, sedikit demi sedikit. Bukankah Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum (individu/sosial) sampai mereka sendiri yang mengubahnya (Qs. Ar-Ra’d: 11). Jadi cobalah bermimpi bagi impianmu. Gubahlah hidup dengan bekerja, bekerja, dan bekerja.
Saya menulis notes ini di tengah hiruk-pikuk orang sibuk. Di sebuah terminal keberangkatan dimana orang-orang terus membagi kisahnya dengan cara berjalan, menatap, makan, minum, berdandan dan bersikap. Sejujurnya, saya kerap merenungkan peta kehidupan yang sedang ditekuri ini. Akan bermuara dimana. Tetapi saya yakin Allah menyukai hamba yang percaya takdirnya, ikhlas, sabar, dan mewakafkan hidup untuk sesamanya.
Simpulannya, belajarlah menerima tanggung jawab kecil. Sebab suatu waktu akan menerima kehormatan tinggi, dan nilai sepantasnya. Jangan takut berada di pucuk pohon, sebab di sana engkau akan melihat lebih banyak renik dunia. Juga menilai dirimu telah sampai dimana. (*)
GA618 Gate 3, 7 Juni 2014 – 7 Juni 2017
#kenangandariFb