Versi lain yang penulis temukan pada saat melakukan study banding di Kabupaten Gowa, salah seorang keturunan bangsawan Kerajaan Gowa menuturkan bahwa; pada saat I Manyambungi meninggalkan Kerajaan Gowa, ia berangkat bersama istri dan anaknya ke negerinya di Mandar dengan mengggunakan perahu Pinisi (ba’go’).
Dalam perahunya itu dipenuhi dengan batang pohon palma/palem (nipa) sebagai bahan baku minuman arak (manyang). Dan setibanya di tanah kelahirannya di Napo pohon palma itu sebagian dijadikan pagar rumah. Itulah awalnya disebut Balanipa.
Jauh sebelum I Manyambungi ke Kerajaan Gowa, Gowa dan Mandar (Napo) sudah terjalin hubungan kekeluargaan. Hubungan itu berawal ketika raja Gowa ke-7, Bataraguru Pakkeretau Tunijallo kawin dengan I Rerasi yang berasal dari bangsawan Mandar (Napo). Dari perkawinan itu, lahir Daeng Matandre Karaeng Manguntungi Tumaparisi Kallona yang kelak kemudian menjadi raja Gowa ke-9.
Versi lain menyebutkan bahwa I Rerasi bersaudara tiga orang, yaitu La Palangki, Arung Palakka yang tinggal di Bone, I Tabittoeng tinggal di Mandar dan I Rerasi sendiri tinggal di Gowa. Berdasarkan salah satu silsilah Mandar menyebutkan bahwa La Palangki, Arung Palakka yang lahir tidak seibu dengan Tabittoeng dan I Rerasi. Tetapi ibunya adalah seorang tomanurung yang turun di daerah Toro.
Ketiganya bersaudara satu bapak yaitu Tonipani Bulu Matasilompoe Manurungnge ri Matajang. Sebelum menjadi Mangkau di Bone yang pertama, Ia pernah menjadi Tomakaka’ Napo.
Selama I Manyambungi berada di Kerajaan Gowa, ia banyak belajar tentang militer, politik dan pemerintahan dari petinggi Kerajaan Gowa, pengetahuan itulah yang membekali dalam membentuk Kerajaan Balanipa di tanah Mandar. Bahkan I Manyambungi diikutkan dalam perang untuk menaklukkan Tambora Nusa Tenggara Barat dan perang Pariaman.
Dari penaklukan Tambora dan Pariaman inilah I Manyambungi menjadi kesayangan Kerajaan Gowa dan kemudian dikawinkan dengan Karaeng Suria kerabat dekat raja Gowa. Dengan hubungan darah itulah I Manyambungi memanfaatkan fasilitas kerajaan dengan niat bahwa suatu saat akan kembali mengabdi pada leluhurnya di tanah Mandar.
Untuk mempererat keakraban antara Gowa dengan Mandar (Balanipa) diberikan beberapa benda pusaka. Situs sejarah makam Todzilaling, berada di puncak gunung Lapuang, Desa Napo Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar. Situs seluas 50 x 40 meter persegi ini berbatasan dengan Gunung Tammengundur di timur, Gunung Mengnganga di utara, Tandassura di barat, dan Pandebulawang di selatan. Itulah letak makam sang legendaris, tokoh pembaharu dalam dunia pemerintahan di beberapa kerajaan di tanah Mandar.
Sebelum mendirikan Kerajaan Balanipa, I Manyambungi sempat menjadi Panglima perang di Kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa ke IX, Daeng Matenre’ Karaeng Manguntungi Tomaparisi’ Kallona. I Manyambungi diangkat menjadi panglima perang di Kerajaan Gowa, tentu tidak terlalu sulit, karena antara I Manyambungi dengan raja Gowa yang ke-9 adalah keponakan (I Manyambungi bersaudara bapak dengan I Rerasi, ibu kandung dari Daeng Matanre).