Oleh Adi Arwan Alimin (Komisioner KPU Provinsi Sulbar)
“Wartawan berada di posisi yang mana, antara rakyat atau pemerintah?”
“Apa pentingnya menjadi seorang wartawan?”
Pertanyaan ini diajukan Andi Macoa Gau dan Alfian peserta Diklat Jurnalistik yang digelar Lembaga Pers Mahasiswa (Lapersma) Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Muhammadiyah, Polewali, Sabtu 1 April 2023. Kampus mereka berada di bilangan Kuningan, Wonomulyo.
Usai tarwih 10 peserta diklat jurnalistik memasuki ruang multimedia ITB. Dua peserta lainnya disebut telat hadir. Mengapa peserta terlihat minim orang? Bagi saya candradimuka dasar bagi calon jurnalis muda ini, tidak mesti dihadiri tumpahan orang. Jurnalis atau penulis, jumlahnya memang terbilang jari, pembacalah yang berlimpah.
Awal tahun 2000-an di Sedona Makassar, saya bersama tujuh wartawan muda dari lima provinsi di Indonesia timur mengikuti workshop jurnalistik yang digelar Unesco. Badan Dunia PBB ini menghadirkan Arya Gunawan, mantan wartawan Kompas, BBC London, yang menjadi mentor jurnalistik Asia Tenggara. Saya datang sebagai wartawan Radio Suara Sawerigading.
Peserta yang sedikit memungkinkan daya serap sangat tinggi, selama kegiatan semua orang harus berbicara. Saat bertemu mas Arya Gunawan di Palembang 10 tahun kemudian, beliau masih mengenal dengan baik. Bahkan senior inilah yang menyapa duluan, saya kuatir tidak diingat lagi.
Demikianlah semalam. Hingga pukul 22.15 saya menyudahi antusias anak-anak muda yang terus menyauk. 120 menit itu seperti hitungan amat cepat untuk menandingi rasa ingin tahu mereka. Dijamu secangkir kopi dan bosara berisi donat warna-warni, sharing berlangsung semangat. Rekrutmen reporter untuk pers kampus selalu meluberkan ledakan harapan.
Saat di newsroom saya selalu memberi perhatian lebih pada magang luaran media kampus. Saya tahu mereka datang membawa buntal idealisme yang terus mengapungkan elemen utama jurnalisme. Semalam di kampus ITBM saya menemukan pijakan itu yang lamat-lamat mereka benihkan.
Kami juga membincang tentang arus tahapan Pemilu 2024 yang terus beririsan. Mereka calon wartawan muda, juga pemilih yang kian skeptis. Kumpulan milenial kritis. Mereka akan menjadi pewarta muda sekaligus sebagai calon pemilih di Pemilu dan pemilihan tahun depan.
Selamat datang semuanya dalam realitas jurnalisme kekinian. Ini tentang pertarungan idealisme juga parameter keilmuan yang mesti digali terus-menerus. Saya merekomendasikan agar mereka tetap membawa notes, untuk menajamkan ingatan, dan mencatat hal-hal detail. Juga mengenai teknik wawancara untuk menggali palung paling dalam para sumber yang bakal menguji ketangkasan mereka: bertanya dan menganalisis.
Media dan wacana demokrasi seperti kelindan dalam pusaran kepentingan banyak pihak. Wartawan memiliki posisi daya tawar yang amat bagus, itu sebabnya sejak dini kader-kader muda profesi ini harus dididik dan dilatih dari azas utamanya. Bahwa mereka harus menjaga kualitas elemen jurnalistik, dan menghormati panduannya. Wartawan atau media memiliki kuasa tersendiri, sebab frame dan karya jurnalistik mereka sangat memengaruhi publik.
“Lalu apa risiko bagi seorang wartawan?” Tanya ini diajukan Maya, perempuan muda berjilbab yang sudah mengajar di salah satu sekolah itu.
Dalam perkembangan media apapun, dari dulu kini dan nanti, pijakan utama bagi jurnalis yakni wajib memedomani standar ABC: Akurasi: Balance and Clarity. Jurnalis akurat dalam mencatat dan menulis; media wajib menjaga keseimbangan; dan apapun karya yang dihasilkan mesti jelas: Clear and Clean. Bila menjaga tools ini, insya Allah akan melahirkan media berkualitas pun jurnalis berkelas.
Bergabunglah dalam dinamika jurnalisme yang makin maju. Publik menunggu kehadiran orang-orang berkomitmen tinggi pada humanisme dan kebenaran. Bukankah ini sebagian dari tugas kenabian, manakalah jurnalisme dijalankan secara profetik. Yakni menyampaikan risalah yang bermanfaat untuk semua orang.
Mengutip Parni Hadi dalam laman antaranews.com, (QS 18:56) atau surat Al-Kahfi yang bunyinya: “Dan Kami tidak mengutus para Rasul, kecuali untuk menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan”. Ini sesuai tugas dan fungsi Pers yang diakui di dunia, yakni memberi informasi, mendidik, menghibur dan menjadi alat kontrol sosial.
Tiga fungsi pertama sama dengan menyampaikan kabar gembira, sedangkan fungsi keempat yakni memberi peringatan. Dalam praktiknya wartawan yang profetik selalu menghadirkan spiritualitas, selain akal budinya, dan upaya lahiriah. Wallahu’alam… (*)
Polewali, 11 Ramadan 1444/2 April 2023