Oleh: Fiqram Iqra Pradana (CEO Manabrain Institute)
Jika diibaratkan, hoax itu produksi revolusi industri 3.0, maka Firehose of Falsehood (FoF) ini adalah hasil revolusi industri 4.0. Kenapa? Karena FoF memanfaatkan ilmu komunikasi berdasarkan ‘neuroscience’ dan ‘big data’.
Firehose of Falsehood atau selang pemadam kebakaran untuk kebohongan adalah strategi perang yang dikembangkan oleh dan digunakan pertama kali oleh Vladimir Putin ketika Rusia menganeksasi Crimea dan secara politik digunakan oleh Donald Trump untuk memenangkan pemilu Amerika Serikat pada tahun 2016. Teknik ini menggunakan kebohongan yang kentara (obvious lies) sebagai propaganda yang hebat.
Sebuah laporan yang ditulis oleh Christoper Paul dan Mirriam Matthews dari Rand Corporation dengan judul “The Russian ‘Firehose of Falsehood’ Propaganda Model” mengulas teknik kebohongan ini dengan menyajikan ciri-cirinya: 1. High Volume and Multi-Channel (berbohong sebanyak-banyaknya; jangkauan luas, menjangkau banyak orang), 2. Rapid, Continuous and Repetitive (sesering mungkin diulang-ulang), 3. No Commitment to Objective Reality (tidak perlu mengandung kebenaran), 4. No Commitment to Consistency (tidak harus konsisten satu sama lain).
Otak Politik & FoF
Sebuah joint research yang dilakukan oleh the Montreal Neurological Institute dan the Centre for the Study of Democratic Citizenship, keduanya berada di McGill University, menunjukkan bagian otak yang akan aktif ketika melakukan pemilihan adalah Lateral Orbitofrontal Cortex (LOFC) seperti yang ditunjukkan oleh gambar dibawah ini.
Mekanisme kerja LOFC setiap individu harus berfungsi dengan baik agar pemilih bisa menentukan pemilihannya dengan bijak. LOFC yang rusak memiliki kenderungan seseorang melakukan pilihan dengan pertimbangan yang paling sederhana. Dengan kata lain pilihan yang terjadi tidak melalui verifikasi kebenaran tapi langsung pada keyakinan pada informasi terbatas. Sangat mungkin berita bohong membajak LOFC ini.
Berdasarkan hasil riset Genetic of Politics Dr. Rose McDermott, seorang professor international relations di Brown University. Manusia dalam padangan politik dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok konservatif dan kelompok progresif.
Kelompok konservatif beranggapan bahwa ketertiban dalam masyarakat adalah yang terpenting dan ketaatan terhadap aturan menjadi prasyarat utama terbentuknya masyarakat madani. Sehingga mereka menyukai pemimpin yang tegas dan disiplin. Sedangkan kelompok progresif lebih mementingkan hak-hak individu serta aturan yang dijalankan berdasarkan kemanusiaan sehingga mereka lebih memilih pemimpin yang humanis, dekat dengan masyarakat, dan sederhana.
Orang-orang konservatif dan progresif ini dapat dibedakan secara genetic. Ternyata struktur otak kedua orang ini berbeda, artinya pola kerja otaknya juga berbeda. Konservatif memiliki Amigdala (pusat emosi) yang lebih tebal sementara progresif memiliki insula yang lebih tebal. Bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Seperti pada gambar diatas, amigdala adalah bagian otak yang berada di bagian tengah depan. Penelitian menggunakan alat scan otak bernama Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan jika bagian ini aktif ketika kita merasa takut. Sementara, Insula yang terletak di bagian belakang dan samping diketahui berhubungan dengan rasa empati.
Dengan dasar inilah teknik firehose of falsehood digunakan untuk membuat kebohongan sebanyak-banyaknya dalam rangka penciptakan rasa takut dan marah. Ketika rasa takut dan marah tercipta maka bagian otak yang bernama amigdala akan mendominasi pengambilan keputusan. Orang yang bersifat moderat artinya berada diantara konservatif dan progresif jika dipaparkan dengan berita bohong terus-menerus maka akan menjadi konservatif juga.
Firehose of Falsehood disebarkan lewat beberapa cara, yaitu peryataan di media yang dilakukan oleh kandidat atau tokoh politik; menyebarkan fake news di situs berita palsu dengan memanfaatkan blog gratisan atau domain dot com; pesan berantai melalui mulut ke mulut, sms, whatsapp, status medsos dan vlog seperti youtube, instagram, facebook, dsb.