1945 Belum Merdeka, Hanya Melihat Gerbang Kemerdekaan

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang (kōki) (17 Agustus Shōwa 20 dalam penanggalan Jepang itu sendiri), yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. (Foto: Wikipedia)
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang (kōki) (17 Agustus Shōwa 20 dalam penanggalan Jepang itu sendiri), yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. (Foto: Wikipedia)

FPRT (Front Pembebasan Rakyat Tertindas) – Narasi Perjuangan yang Tersobek – Bagian 1

Catatan: Muhammad Munir

Hari ini, 10 November 2022 difahami sebagai Hari Pahlawan Nasional yang diperingati oleh seluruh perangkat pemerintahan, mulai dari persiden, menteri, gubernur sampai ketingkat paling bawah yakni desa bahkan dusun atau kampung-kampung kecil di negeri ini.

Esensi dari peringatan itu adalah wujud kepedulian dan perhatian pemerintah terhadap jasa para pejuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan bangsa luar maupun penjajahan yang dilakukan oleh anak-anak negeri ini. Mandar (baca: Sulawesi Barat) adalah salah satu wilayah Indonesia yang memiliki sejarah panjang perjuangan mulai dari tahun 1674 sampai 1945.

Sampai disini, perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Penggalan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini tentu saja sebagai gerbang kemerdekaan yang belum bisa dimasuki oleh rakyat negeri ini. Sebab setelah itu, Sulawesi justru menjadi sebuah bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT) yang tak lain adalah Negara boneka Belanda yang lahir dari Konperensi Paccekke, 20-24 Januari 1946 dan lanjut ke Kota Denpasar pada Desember 1946. 

Menyikapi lahirnya Negara Indonesia Timur, pada tanggal 16 Juni 1946, di Polombangkeng Takalar juga dibentuk organisasi kelaskaran yang dinamakan LAPRIS atau Lasykar Pemberontak Republik Indonesia Sulawesi.

Pada waktu peresmian pembentukan LAPRIS, tidak semua pimpinan pengurus kelaskaran yang ada di daerah ini dapat hadir. Situasi politik sangat labil, terlebih ketika Ratulangi dan seluruh stafnya ditangkap.

Sandaran untuk berkonsultasi akhirnya roboh. Para pimpinan kelaskaran disibukkan dengan situasi di wilayah masing-masing. Hanya 6 pengurus kelaskaran yang mengirimkan wakilnya, tetapi mereka yang tidak hadir memberikan dukungan penuh atas pendirian LAPRIS.

Mau seribu daya, tidak mau seribu dalih. Itulah yang dilakukan NICA untuk memuluskan rencananya mendirikan NIT. Semua jalan ditempuh dengan berbagai alasan. Para pimpinan kelaskaran dan mereka yang dianggap berseberangan dengan NICA, satu persatu diciduk dan dihilangkan.

Raja-raja yang masih berkuasa, dipaksa untuk bekerjasama. Mereka yang menolak akan diasingkan. lnilah yang terjadi atas Andi Mappanyukki, Andi Sultan Daeng Raja, dan Andi Pangerang Pettarani. Ketiganya menolak untuk bekerjasama.