Tentang Fase Rawat Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) Sulbar 2024

Dalam kegiatan, ada enam aktivitas per-sando-an yang diangkat secara khusus, yaitu kelahiran, tentang pembuatan perahu, tentang pembuatan rumah, tentang laut, tentang air, dan tanah atau pertanian. Enam hal tersebut akan diriset oleh periset untuk kemudian hasil awal riset dijadikan referensi awal peserta residensi. Hasil dari residensi akan dituliskan untuk kemudian dimasukkan ke dalam buku dan film dokumenter. Dua hal ini, buku dan film, akan menjadi luaran kegiatan.

Enam bentuk praktek sando di atas, secara umum bisa ditemukan di banyak tempat di Mandar. Tapi untuk memudahkan proses riset dan residensi, akan diwakili di enam tempat, yaitu: Desa Mosso Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, Desa Batulaya Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar, Desa Renggeang Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar, Desa Sayoang Kecamatan Alu Kabupaten Polewali Mandar, Leppe’ kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene.
Meski demikian, pengetahuan dari tempat-tempat lain juga dikumpulkan guna memperkaya wawasan pengetahuan tentang sando.

Tujuan

Kegiatan Fase Rawat PKN – Sulawesi Barat bertujuan menyediakan ruang apresiasi, ekspresi, dan kreasi seni dan budaya yang beragam; mendorong interaksi budaya dan memperkuat kebudayaan yang inklusif; menghidupkan gerakan kebudayaan di tingkat akar rumput; dan menjadi media informasi dan komunikasi kegiatan pemajuan kebudayaan khususnya di Sulawesi Barat.

Tentang PKN

Pekan Kebudayaan Nasional atau sering dikenal dengan singkatan PKN merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai wujud implementasi dari agenda strategi pemajuan kebudayaan yang telah disepakati dalam Kongres Kebudayaan Indonesia 2018. Hingga pada tahun 2024, melalui kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi PKN kembali diselenggarakan dan diwujudkan dengan cara menyediakan ruang bagi keberagaman ekspresi budaya, serta mendorong interaksi budaya guna memperkuat kebudayaan yang inklusif. Pekan Kebudayaan Nasional merupakan serangkaian aktivitas berjenjang dari desa hingga pusat yang terdiri atas kompetisi daerah, kompetisi nasional, konferensi pemajuan kebudayaan, ekshibisi, dan pergelaran karya budaya dengan tujuan melestarikan budaya Indonesia. Pekan Kebudayaan Nasional menjadi implementasi dari salah satu agenda strategi pemajuan kebudayaan.

Pekan Kebudayaan Nasional adalah suatu perayaan setiap tahun yang diadakan untuk mengenalkan keanekaragaman kebudayaan Indonesia kepada masyarakat. Adapun tujuannya adalah untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan lain-lain. Pekan Kebudayaan Nasional menjadi momentum penting untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya peran Kebudayaan dalam menciptakan masa depan bangsa yang berkelanjutan. Kebudayaan bukan hanya tentang kesenian, melainkan mencakup seluruh gagasan, pengetahuan, tindakan, dan seluruh hasil karya manusia dalam kehidupan. PKN merupakan perwujudan amanah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sebagai ruang bersama, PKN diharapkan dapat mendorong terwujudnya sikap saling memahami, menghargai, dan menghormati di antara anak bangsa.

Pelumbungan: Motode Kegiatan

Metode kegiatan PKN yang berbasis pada pelumbungan. Konsep “lumbung” dan “pelumbungan” atau commoning merupakan dua istilah yang sering dijumpai dalam diskursus mengenai pengelolaan bersama sumber daya dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia, khususnya dalam praktik PKN, kedua konsep ini memainkan peran sentral dalam memahami bagaimana kebudayaan bisa dirawat dan dikembangkan secara kolektif dan berkelanjutan. Meskipun terkait erat, “lumbung” dan “pelumbungan” memiliki nuansa yang berbeda yang penting untuk dipahami dalam konteks pengelolaan kebudayaan.

Lumbung secara tradisional dikenal sebagai tempat penyimpanan hasil panen, khususnya padi, yang digunakan oleh masyarakat agraris di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dalam pengertian yang lebih luas, lumbung menjadi simbol dari kebersamaan, kerjasama, dan keberlanjutan. Konsep lumbung menekankan pada pentingnya menyimpan sumber daya bersama yang kemudian dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan anggota komunitas pada saat-saat tertentu, terutama dalam situasi darurat atau saat panen tidak berhasil.

Dalam konteks kebudayaan, lumbung diadaptasi sebagai metafora untuk pengelolaan dan pembagian sumber daya kebudayaan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan berbagai bentuk ekspresi budaya. Lumbung kebudayaan berfungsi sebagai wadah yang menampung, memelihara, dan menyediakan akses kepada anggota komunitas untuk menggunakan dan mengembangkan sumber daya tersebut secara bersama-sama. Ini mencakup semua bentuk warisan budaya, dari seni pertunjukan, kerajinan, ritus-ritus, hingga cerita dan bahasa.

Salah satu prinsip utama dari lumbung adalah kerjasama, yang dalam konteks PKN bisa berarti mengorganisir kegiatan yang mempromosikan kolaborasi antar seniman, kelompok kebudayaan, dan bahkan antar wilayah. Ini bisa berupa festival bersama, produksi bersama, atau inisiatif pertukaran yang memungkinkan peserta dari berbagai daerah untuk saling berbagi ide dan praktik.

Prinsip lumbung juga mendorong aspek pendidikan dan mentorship. PKN dapat menggunakan prinsip ini untuk mengembangkan program-program dimana pelaku kebudayaan yang lebih berpengalaman dapat mentransfer ilmu dan keterampilan kepada peserta yang lebih muda atau kurang berpengalaman. Ini menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan dan pembelajaran, memastikan bahwa pengetahuan kebudayaan terus diperbarui dan diwariskan.