Tarik Ulur RUU Sarat Kepentingan Politik Ekonomi

Tarik Ulur RUU Sarat Kepentingan Politik Ekonomi -
Ilustrasi/Fhoto: static.inilah.com

MAMUJU-Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum yang masih tarik ulur di Senayan Jakarta membuat beberapa pengamat khususnya akademisi di Sulawesi Barat angkat bicara.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) Dr. Burhanuddin mengatakan, masih adanya tarik ulur RUU saat ini merupakan syarat kepentingan politik ekonomi semata.

“Pragmatisme ekonomi sebenarnya, bahwa siapa mendapat apa. Jadi, sebenarnya mengulur-ulur saja karena kepentingan, kalau istilahnya dulu pilar demokrasi bagaimana menciptakan sebuah pemilu yang bersih, jujur, adil. Tapi, sepertinya jauh panggang dari api,” kata Burhanuddin kepada mandarnesia.com, Sabtu (17/6/2017).

Menurut dia, aturan-aturan yang dibangun saat ini karena berbagai kepentingan didalamnya dan dibuat demi menguntungkan dirinya.

“Kalau sekarang saya perhatikan demokrasi yang ada di Indonesia istilahnya kepentingan berbau ekonomi, lihat saja sekarang DPR berlomba-lomba untuk mendapat dana aspirasi,” kesalnya.

Sebenarnya lanjut Burhanuddin, dana aspirasi kewenangan pemerintah yang harus dijalankan, tapi kenapa mesti ada di DPR ke bawah sampai DPRD Kabupaten/Provinsi.

“Coba dilihat sekarang itu-itu saja anggota DPR, hal itu disebabkan karena orang-orang yang mau masuk mencalonkan anggota DPR kalau tidak punya kekuatan uang jangan harap. Kenapa? Karena masyarakatnya sekarang pragmatis karena ujung-ujungnya juga semuanya uang,” katanya.

“Dalam UUD liberal itu sebuah regulasi yang harus selesai dalam waktu sebelum pemilu ke depannya sudah harus di sosialisasikan paling tidak satu tahun sebelum pelaksanaan pemilu terutama sudah tersosialisasi,” lanjut Burhanuddin.

Sementara itu, Ketua Jurusan Pemerintahan Universitas Al-Asyariah Mandar (Unasman) Polewali Mandar Drs. Muhlis Hannan, MM menilai, sistem demokrasi di Indonesia tidak terlepas pelaksanaan money politik.

“Selama masih ada peluang untuk money politik maka pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu masih tercedera dalam artian bahwa selama sistem itu digunakan dengan suara terbanyak, maka masih memberi peluang adanya money politik yang merebak di semua partai. Itu yang harus dicermati oleh perumus UU nantinya,” ungkapnya.

“Untuk menentukan bagaimana sistem di Indonesia yang kami harapkan partai juga punya kewenangan penentuan calon ataupun anggota legislatifnya karena selama ini kita melihat partai merupakan tumpangan dari orang-orang yang punya duit untuk duduk di situ,” sambung Muhlis.

#AyubKalapadang-BusriadiBustamin