Oleh Sudirman Syarif
TAK ada yang menampik keindahan wisata Tanjung Ngalo, dengan hamparan pasir putih dan rimbunnya hutan bakau. Membuat para wisatawan yang datang melancong terpesona.
Lokal poin dari wisata yang mendadak tenar ini, adalah letaknya yang jauh dari pemukiman warga. Sehingga membuat lokasi tersebut jarang terjamah oleh manusia.
Jika dilihat dari peta Sulawesi Barat, lokasi Tanjung Ngalo berbentuk menyerupai huruf U, dengan Tanjung Batu Roro. Menurut mitos yang berkembang dari cerita para pelaut lokal, hal tersebut memang memiliki hubungan mistis yang kuat.
Berbelok ke arah barat, di Dusun Taparia, Desa Tapalang, Sekitar 10 kilometer, bisa kita lalui dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Kondisi jalan yang bisa dikatakan masih baik, jarak tersebut bisa ditempuh dengan waktu 20 menit.
Setelah sampai di Desa Dungkai, petunjuk arah menuju lokasi terpampang jelas. Belok kanan dan melalui jalan cor beton menurun yang sedang dikerjakan Pemerintahan Kabupaten Mamuju.
[perfectpullquote align=”left” cite=”” link=”” color=”” class=”” size=””] Terlihat pepohonan bakau menjulang tinggi ke angkasa. Sesekali kepiting kecil menampakkan diri dan mengangkat capitnya di tengah akar pohon bakau yang terlihat seperti berjalan merangkak. Jalan menuju masuk pintu Tanjung Ngalo yang sedang dikerjakan, membuat para wisatawan haru memarkir kendaraan jauh dari pintu masuk dan berjalan kaki sejauh 400 meter. [/perfectpullquote]
Pintu masuk satu-satunya yang aman untuk dilalui adalah jembatan darurat yang luasnya hanya sekira 70 cm. Jembatan yang dibuat masyarakat sekitar, berbahan bambu dan tangkai kayu yang dipancang kemudian dianyam sebagai lantainya.
Jika hari biasa jembatan yang panjangnya hanya sekitar 100 meter, bisa dilalui dengan singkat. Namun jika hari libur, seperti yang terjadi hari ini, Ahad (3/9/2017) kemarin, sangat padat dan berdesakan.
Ribuan manusia mengekor dan menunggu giliran untuk menyeberang. Cukup dengan merogoh kocek Rp 2.000, pengunjung telah memegang tiket. Jika tidak ingin melalui jalan lain yang sangat licin dan berlumpur.
Beberapa pengunjung mengeluhkan hal ini, salah satunya, Intan, yang datang dari Pamboang bersama keluarganya. Dirinya menyayangkan hal tersebut.
“Lokasi wisata yang sangat potensial seperti ini, sayang jika tidak ada akses jalan yang memadai,” tuturnya kepada Mandarnesia.com.
Semetara itu Risno, pemuda lokal yang menjual tiket penyeberangan jembatan, mengatakan, sekitar 7.000 pengujung datang ke sini.
“Di hari lebaran ada sekitar 2.000 pengunjung. Kurang lebih sama di hari Sabtu. Sedangkan hari ini, sekitar 2.500 tiket telah habis terjual dan telah kami tambah. Ini akan terus naik, sebab ini masih pukul 12.00 WITA. Pengunjung masih akan berdatangan,” jelasnya.
Di ujung jembatan, jalan yang dibelah dari lebatnya hutan khas pesisir menyerupai terowongan. Hal ini membuat pengunjung jalan sedikit membungkuk.
Bupati Mamuju Habsi Wahid yang turut hadir mengisi akhir pekan libur lebaran, berjanji, akan membenahi tempat wisata tersebut, termasuk jalan yang sedang dikerjakan.
Bangunan mercusuar tua masih berdirih kokoh di tengah rimbunya pepohonan liar.
Memanfaatkan situasi yang ada, penduduk lokal membangun lapak dadakan yang menjajakan aneka makanan ringan dan minuman.
Namanya juga dadakan, Ngalo belum siap menyambut tamu. Tak ada MCK, termasuk air bersih yang tersedia.
Hal utama yang disediakan jika ingin datang ke Tanjung Ngalo, adalah makan, sebab penjual yang berada disana, hanya menjual di hari-hari tertentu.
Jika berkunjung di atas pukul 08.00 sampai 16.00 WITA air sedang surut dan hamparan pasir putih akan semakin luas dan memanjakan anda. (*)