(Sebuah Catatan Memperingati Hari Jadi ke-19)
Oleh: Ilham Sopu
TANGGAL 22 september 2023 Sulbar memasuki hari jadi yang ke-19, kalau kita menggunakan parameter umur manusia, usia Sulbar belum seberapa dibanding dengan provinsi lain yang sudah seumur dengan republik ini. Dan masih dalam batas kewajaran kalau Sulbar masih ketinggalan dibanding dengan provinsi lain. Namun demikian secara bertahap sudah ada isyarat bahwa ke depan Sulbar ini akan dapat mengejar ketertinggalannya. Jika dibandingkan sewaktu masih berada dalam naungan Sulsel, wilayah di Sulbar sangat ketinggalan dibanding dengan saudara saudaranya yang ada di Sulsel, dari sudut pembangunan infrastruktur, daerah-daerah di kawasan barat Sulawesi sangat termarginalkan.
Contoh kecil di tahun 90-an, kalau kita lihat jalanan provinsi yang terbentang dari Makassar sampai Mamuju, kalau dari Makasar sampai ke Pinrang jalanan masih terlalu lebar dan setelah masuk daerah Polewali sampai ke Mamuju jalanan sudah agak mengecil. Ini baru salah satu contoh dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
Setidaknya setelah memisahkan dari Sulsel, banyak keuntungan-keuntungan yang didapatkan warga Sulbar ditinjau dari berbagai segi, kewilayahan, ekonomi, pendidikan, politik, keamanan, toleransi beragama, sosial kemasyarakatan, pelayanan publik. Sulbar sebelum berpisah dengan Sulsel, adalah daerah terjauh dari ibukota provinsi, tentu saja ada pengaruh dalam kebijakan kebijakan terkait dengan pembangunan, baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sumber daya manusia.
Impian untuk menjadikan Sulbar sebagai suatu daerah otonom sudah lama diperjuangkan, namun perjuangan itu sangat panjang dan berat, karena banyak hal menjadi kendala untuk memekarkan suatu daerah. Akhirnya tanggal 22 september 2004 resmilah Sulbar menjadi daerah otonom provinsi yang ke-33. Dalam usianya yang ke-19, pelan-pelan tapi pasti perubahan perubahan sudah mewarnai di berbagai wilayah Sulawesi Barat.
Salah satu yang menjadi prioritas diawal berdirinya Sulbar adalah pendirian perguruan tinggi, keberadaan perguruan tinggi adalah sebuah keniscayaan sebagai tempat mencetak generasi-generasi intelektual yang akan mengisi berbagai kebutuhan Sulbar ke depan. Dengan adanya perguruan tinggi di wilayah Sulbar, memudahkan para generasi Sulbar untuk lanjut ke perguruan tinggi, animo generasi muda para alumni sekolah menengah semakin tinggi karena akses untuk lanjut ke perguruan tinggi sangat mudah, baik dari segi georafis yang sangat terjangkau maupun dari segi biaya tidak terlalu memberatkan jika dibandingkan kuliah di luar Sulbar.
Generasi-generasi terdahulu untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, mereka harus ke Makassar dan pulau Jawa. Itu pun sangat terbatas bagi mereka yang berasal dari keluarga yang mampu.
Keberadaan Sulbar menjadi berkah untuk masyarakat terutama dalam bidang pendidikan. Para pendiri Sulbar dari awal sudah ada kesepakatan, dalam pembagian wilayah dari berbagai prioritas, Mamuju sebagai ibukota karena keberadaan Mamuju ada di tengah-tengah wilayah Sulbar, sekalipun sebagian besar para pejuang berdirinya Sulbar berasal dari Polewali Mandar dan Majene, tapi kepentingan Sulbar berada di atas segala galanya.
Seandainya kepentingan sesaat yang dipikirkan oleh para pejuang, kemungkinan Sulbar tidak akan ada hari ini. Tapi melihat para pejuang pembentukan Sulbar kemarin adalah orang-orang yang tidak diragukan lagi kredibilitasnya dan keikhlasannya. Oleh sebab itu para pelanjut estafet pembangunan Sulbar haruslah berkaca terhadap para pejuang Sulbar yang begitu gigih dan bersemangat dalam memperjuangkan Sulbar.
Simbol mala’bi yang selalu didengungkan di awal pembentukan Sulbar perlahan-lahan hilang dari peredaran. Simbol mala’bi ini kalau kita terjemahkan dalam bahasa agama adalah mulia, ini sama dengan konsep yang diagendakan oleh nabi ketika sampai di Madinah dengan menjadikan masyarakat Madinah menjadi masyarakat mulia atau masyarakat yang berperadaban, masyarakat yang mengedepankan taat pada hukum yang sudah menjadi kesepakatan bersama.
Di bidang kerukunan antara umat beragama atau interen umat beragama, Sulbar termasuk daerah yang sangat toleran dibandingkan daerah-daerah yang lain. Belum ada kita temukan bentuk intimidasi terhadap penganut agama lain, yang dianggap minoritas. Persaudaraan antar sesama manusia masih sangat kental, karena memang wilayah Sulbar ini dari dulu sudah ada berbagai agama dan berbagai suku dan etnis. Forum komunikasi umat beragama yang digagas oleh para elit-elit dari berbagai agama berjalan dengan lancar, sangat intens melakukan pertemuan dan dialog dialog keagamaan diantara mereka, sehingga bibit bibit perpecahan tidak terjadi.
Dan ini adalah ajaran yang sangat berharga dengan rutinnya melakukan dialog antara umat beragama. Salah satu proyek terbesar dari nabi ketika hijrah ke Madinah adalah mempersaudaran antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar yang terkenal dengan proyek “muakhkha”.
Proyek persaudaraan ini melibatkan banyak suku, etnis antara kedua kubu tersebut. Dan ini adalah cara nabi supaya tidak terjadi saling mengklaim bahwa sukunyalah yang paling superior dibandingkan dengan suku yang lain. Begitupun yang seharusnya diagendakan oleh pemerintah dalam rangkah tetap menjaga persatuan dan kesatuan di wilayah Sulawesi Barat agar tetap mengedepankan dialog bersama setiap ada hal-hal yang dapat mengancam perpecahan, pluralitas agama, suku, etnis, bahasa adalah modal yang sangat besar, sekaligus bisa menjadi ancaman ketika tidak dirawat dengan baik.
Sulbar ini adalah miniatur indonesia, dalam memperingati hari jadinya yang ke-19, marilah kita tetap berkomitmen terhadap rumusan yang telah diperjuangkan oleh para pendiri Sulawesi Barat, bahwa Sulbar ini daerah yang mala’bi.
Marilah Kita tetap menjaga diri kita untuk tetap berada dalam koridor kemala’bian.
Bumi Pambusuang, September 2023