MAMASA, Mandarnesia.com — Sepekan, Kabupaten Mamasa digoyang gempa sebanyak 217 kali. Sebanyak 39 kali dirasakan masyarakat di sekitar wilayah Provinsi Sulawesi Barat, hingga wilayah Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan data yang disampaikan Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat Gempa Regional IV Makassar, Jumat, (9/11/2018), sejak Sabtu tanggal 3 November hingga Jumat, 9 November 2018 lindu terjadi di Kabupaten Mamasa dan sekitarnya sebanyak 217 kali.
Gempa dirasakan masyarakat terjadi 39 kali dengan kekuatan bervariasi.
Tanggal 3 November terjadi gempa 17 kali dengan empat kali dirasakan, tanggal 4 gempa terjadi sebanyak delapan kali gempa empat kali dirasakan, tanggal 5 enam kali terjadi gempa yang tidak dirasakan, tanggal 6 terjadi 25 gempa dan lima dirasakan, tanggal 7 terjadi gempa 33 dan 7 dirasakan.
Gempa terbanyak terjadi tanggal 8, tetcatat 67 kali gempa dengan 13 kali dirasakan. Sementara tanggal 9 telah terjadi gempa 20 kali dengan empat kali dirasasakan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan BMKG Majene, rentetan gempa disebabkan pergeseran Sesar Saddang.
Sesar Sadang membentang mulai dari wilayah pesisir Mamuju, Sulawesi Barat memotong secara diagonal Sulawesi Selatan bagian tengah ke wilayah Sulawesi Selatan bagian selatan kemudian melewati Kota Bulukumba hingga ke Pulau Selayar bagian timur.
Dihubungi melalui sambungan telepon, Bupati Kabupaten Mamasa, Ramlan Badawi, menyampaikan sudah 12.240 warganya yang mengungsi, sebagian ada yang keluar dari Mamasa.
“Gempa di Mamasa berbeda denga Palu. Di Mamasa pusat gempat terbagi titik, dan menyebar. Sehingga terasa di Toraja, Palopo, Enrekang, Pinrang, Polman, Majene, dan Mamuju,” kata Ramlan kepada mandarnesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (9/11/2018).
“Kami juga sudah mendatangkan langsung petugas teknis dari BMKG Wilayah IV Makassar dan memasang alat di kantor Koramil.”
Dijelaskan Ramlan alat tersebut akan mendeteksi perkembangan dari waktu ke waktu.
Pemkab Mamasa juga telah menganjurkan dan menyarankan supaya penduduk jangan meninggalkan kampung terlalu jauh. Cukup membuat tenda di halaman atau lapangan terbuka yang aman.
“Karena yang kita jaga longsoran, dekat dengan gunung atau tebing. Yang kedua adalah runtuhan bangunan. Karena kita jauh dari tsunami dan yang lumpur. Tapi karena kemudian masyarakat namanya ketakutan trauma dengan kondisi Palu, dan sebagainya maka semua keluar menjauhi daripada titik-titik kejadian gempa.”
Reporter: Sudirman Syarif
Foto: FB Sevent