Innalillahi wainna ilaihi rajiun…
Jazirah Mandar Sulawesi Barat kehilangan salah seorang tokohnya lagi. H. Alimuddin Lidda, sosok yang memiliki peran penting dalam banyak hal, khususnya pergerakan mahasiswa di zamannya dan sosial-politik khususnya di Polewali Mandar.
Sepanjang dekade 1990 hingga 2000-an beliau malang melintang dalam berbagai pergulatan ide, dan sepak terjangnya sebagai intelektual. Saya kerap mewawancarainya untuk urusan pengembangan isu yang seperti bergerak stagnan kurun itu.
Meskipun berstatus sebagai PNS namun profesinya sebagai abdi negara itu tak mampu menyumbat daya kritis dan sikap perlawanannya. Alimuddin Lidda terlalu vokal sebagai pegawai negeri. Ia sering berdiri di depan aktivis muda sebagai motivator ulung.
Saat menulis buku “Surat Cinta yang Tidak Terbaca” untuk almarhum Hasan Sulur, saya berbincang berjam-jam di rumahnya. Ia memaafkan, dan selalu mendoakan orang lain.
“Semalam saya memang bermimpi bahwa Nanda akan datang ke rumah…” sebutnya saat kami berbicara sebagai anak dan guru.
Penulis termasuk anak ideologis beliau diantara pegiat sosial yang menyebutnya sang guru. Ribuan orang telah menjadi muridnya secara langsung di setiap kelas di mana ia pernah menjadi guru.
Alimuddin Lidda merupakan diantara figur yang mampu ‘menundukkan’ tokoh sekaliber Kolonel S. Mengga. Dalam banyak kesempatan ia memang selalu berdiri atau duduk di sisi Puang Mengga mantan Bupati Polewali era 1980-an. Perannya yang visioner tak tergantikan.
“Bagaimana pun beliau marah ke saya, tapi dialah orang pertama yang selalu mengunjungi bila saya sedang sakit. Andianga mala nallai atau nabire tongang Puang Mengga,” tuturnya kurang lebih seperti itu akhir tahun 2021.
Beliau kini berpulang. Ia masih menyimpan gurat yang dirasakannya masih belum optimal hingga Sulawesi Barat berumur hampir dua dekade ini. Kami sesungguhnya berencana membuat buku.
Dia seorang pejuang pembentukan provinsi ini yang selalu tengadah pada akhir malam untuk kesejahteraan rakyat di Mandar.
Selamat jalan guru, orangtua kami. Kami selalu menitikkan air mata setiap kehilangan orang-orang baik. Salamaq mating puang…
Mamuju, 31 Mei 2022
(Repost ulang dari catatan Facebook Adi Arwan Alimin)