Reporter : Busriadi Bustamin
MAJENE, mandarnesia.com–Tim Pengabdian Kemitraan Masyarakat Stimulus Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (PKMS DIPA) Universitas Sulawesi Barat melaksanakan Program Sekolah Pesisir di Lingkungan Cilallang, Kelurahan Pangali-ali, Majene, Sulawesi Barat
Kegiatan bertujuan sebagai stimulus untuk menekan angka putus sekolah anak nelayan, memotivasi untuk kembali melanjutkan sekolah, dan membina kemandirian masyarakat Cilallang dalam bercocok tanam sayuran sehat secara hidroponik untuk pemenuhan gizi keluarga di Lingkungan Cilallang, Kelurahan Pangali-ali.
Selain itu, Program Sekolah Pesisir merupakan program yang diupayakan dapat memecahkan masalah-masalah pendidikan seperti kelompok belajar bagi anak nelayan putus sekolah.
“Kegiatannya tanggal 5 (Sosialisasi program PKMS sekolah pesisir) dan berlanjut pada tanggal 12 Juli 2021 (Sosialisasi program PKMS edukasi hidroponik skala rumah tangga),” kata Mufti Hatur Rahmah Ketua PKMS DIPA, Sabtu (17/7/2022).
Di Kelurahan Pangali-ali, ada suatu fakta bahwa penduduk masih dalam lingkup pusat Kota Majene dengan lingkungan modernisasi memungkinkan lebih mudah terpapar. Justru pada kenyataannya pola pikir para nelayan ini masih memegang kepercayaan konvensional bahwa seorang anak harus bisa ikut membantu orang tuanya menjadi nelayan juga.
Hal ini berimbas pada terhentinya pendidikan anak-anak nelayan tersebut. Warga sekitar beranggapan bahwa pendidikan ditempuh untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga apabila sejak dini sudah bisa menghasilkan uang dari profesi sebagai nelayan maka tidak perlu menempuh pendidikan hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Meski mereka pun menyadari bahwa, profesi yang dijalani dengan bekal seadanya tersebut tidak cukup mampu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
“Namun, budaya yang telah terwariskan tersebut ditambah kurangnya pendampingan pada masyarakat menyebabkan rendahnya kesadaran untuk bersekolah. Pada dasarnya anak-anak nelayan Lingkungan Cilallang memiliki semangat untuk terus menuntut ilmu dan meraih cita-cita yang tinggi, namun atas dasar rasa tanggung jawab untuk membantu orang tua membuat mereka akhirnya putus sekolah,” kata Mufti.
Sehingga, semangat tersebut merupakan modal besar untuk merubah pola fikir masyarakat agar lebih sadar pendidikan, namun tentunya membutuhkan pendampingan dan fasilitas agar dapat berjalan lebih optimal. “Hal inipun menjadi perhatian serius dan perlu mendapatkan penanganan demi keberlanjutan generasi penerus bangsa di Tanah Mandar ini,” ucapnya.
Dosen Prodi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsulbar ini mengungkapkan, bahwa situasi lain yang juga menjadi sorot perhatian adalah kurangnya pengetahuan tentang pentingnya kecukupan gizi bagi tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak berkembang pesat pada periode usia emas yakni usia 0-5 tahun, dimana pada periode kritis tersebut diperlukan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kondisi ini umumnya terjadi pada pasangan muda yang menikah tanpa adanya pembekalan pengetahuan yang cukup dan persiapan untuk menjadi orang tua. Pemenuhan asupan gizi anak ini dapat dilakukan dengan pemberian makanan sehat seperti sayur organik yang bisa dibudidayakan sendiri di pekarangan rumah.
“Sehingga perlu dilakukan pendampingan dan pelatihan tata cara bercocok tanam tanaman sayuran organik yang baik. Kondisi wilayah Lingkungan Cilallang merupakan pemukiman yang padat penduduk karena termasuk ke dalam kawasan Kota Majene sehingga warga setempat terkendala dengan keterbatasan ketersediaan lahan untuk bercocok tanam. Kondisi lain yang juga terjadi pada wilayah ini adalah tingginya angka buangan sampah baik berupa sampah organik maupun sampah anorganik,”pungkasnya.