Ritual Lasalaga – Sipengkarroang Merawat Pamor Pusaka Leluhur

Laporan: Wahyu Santoso

DI Mamuju, Sulawesi Barat, di mana ombak Selat Makassar membisikkan cerita masa lalu dan angin mendendangkan melodi tradisi, bara semangat pelestarian warisan leluhur tak pernah padam.

Dua komunitas penjaga pusaka, Lasalaga dan Sipengkarroang, bagai dua untai benang emas yang menjalin kembali kehangatan persaudaraan di bawah naungan Taman Karema yang teduh pada Sabtu, 19 April 2025.

Halal Bihalal yang mereka gelar bukan sekadar ritual pasca-Ramadan, melainkan sebuah oase kebersamaan yang disiram dengan air kearifan lokal. Di sana, pusaka bukan lagi sekadar artefak peninggalan sejarah, melainkan saksi bisu peradaban, penjelmaan identitas yang harus dijaga layaknya nyawa. Tema yang mereka usung, “Merawat Persaudaraan seperti Merawat Pusaka,” menjelma menjadi mantra yang meresonansi dalam setiap tatapan dan senyuman yang terjalin.

Dalam lingkaran diskusi yang hangat, Muhammad Iqbal, seorang penjaga tradisi yang arif, membuka tabir pengetahuan tentang pusaka.
“Setiap pamor yang terukir pada bilah pusaka bukanlah sekadar hiasan, melainkan benang-benang makna yang merajut kisah teknik tempa yang diwariskan dari leluhur. Di setiap lengkung dan guratan pusaka, tersembunyi bisikan sejarah, semangat keberanian, dan kearifan yang patut kita gali dan lestarikan,” urai Muhammad Iqbal dalam diskusi pusaka tersebut.

Puncak acara adalah massossor pusaka, sebuah ritual sakral yang memadukan kesucian dan keindahan. Dengan penuh khidmat, para pemilik pusaka membersihkan warisan mereka menggunakan air jeruk yang segar. Bukan sekadar menghilangkan noda duniawi, gerakan lembut itu adalah ungkapan cinta dan penghormatan kepada leluhur yang menitipkan amanah berharga ini. Aroma jeruk yang menguar di udara seolah menyucikan kembali ikatan antara generasi kini dan masa lalu.

Sahar, nahkoda komunitas Sipengkarroang Mamuju, dengan tatapan penuh harap, mengingatkan akan musuh utama pusaka yaitu karat yang menggerogoti keindahan dan nilai sejarahnya.

“Merawat pusaka berarti memerangi karat yang menjadi musuh utama, karena karat dapat menggerogoti dan menghancurkan keindahan serta nilai sejarah yang terkandung dalam setiap bilah besi,” tegas Sahar, Ketua Pemerhati Pusaka Sipengkarroang Mamuju.

Haedar, Pembina Lasalaga Mamuju menyampaikan harapan dua entitas pelestari budaya agar tidak hanya bertahan tetapi, juga berkembang untuk generasi mendatang. Lebih dari itu, ia menyuarakan kerinduan agar pemerintah turut serta dalam melestarikan denyut nadi budaya lokal ini, memberikan perhatian yang selayaknya kepada para penjaga warisan. Antusiasme membuncah di antara para anggota komunitas, terlihat dari peserta yang hadir khusyuk dalam setiap prosesi massossor. Bahkan, mata masyarakat sekitar pun tak lepas dari pemandangan langka ini, seolah ikut merasakan getaran khidmat dan kebanggaan akan warisan budaya yang begitu kaya.

Di Mamuju, di bawah langit Sulawesi yang membentang luas, para pemerhati pusaka ini menuliskan babak baru dalam upaya pelestarian budaya. Mereka membuktikan bahwa di tengah arus modernisasi yang deras, cinta akan warisan leluhur tetap bersemi. Semoga nyala semangat mereka terus berkobar, menginspirasi setiap hati untuk turut merawat pusaka, merawat persaudaraan, dan merawat identitas bangsa. (*)