Reuni: Masa Lalu, dan Masa Datang

Oleh Adi Arwan Alimin (Angkatan 89)

Reuni adalah tempat kembali. Wadah untuk saling berkumpul menautkan pertemanan yang tentu rapuh dalam perjalanan panjang. Bertemu kawan-kawan di SMP dalam hitungam tahun 2022 sesuatu yang sungguh abstrak bila dipikirkan lebih teknis. Tidak perlu menghitungnya serius.

Bagaimana tidak, nama-nama teman sekelas kian sumir dalam bayangan menahun, saya tidak lagi mampu menderetkan nama kawan kelas saya hingga 100 persen. Kecuali sampai hitungan 50 persen saja. Itu mengenai nama ya, sebab wajah SMP mereka yang polos masih seperti kolase yang melintas berulang-ulang. Saya mengingat teman-teman tapi tak lagi menghapal namanya.

Itulah yang terjadi saat saya menyambangi stan angkatan 89 tempat teman-teman angkatan saya melingkar. Bukan hanya fisik atau raut muka yang bersalin, namun ingatan pun seperti itu. Di sinilah pesan penting dari sebuah reuni dalam kemas apapun.

Saat berbincang di stan angkatan kita seolah siswa baru lagi yang usai melewati masa pendaftaran, kita pun saling bertanya sekarang tinggal di mana. Bukan lagi pertanyaan tentang asal dari mana sebagaimana siswa baru yang lugu dalam seragam sangat baru pula.

Reuni seperti replika apa yang berlaku di kelas-kelas dahulu, bahwa yang periang dan sabar hampir saja tetap sama. Tidak ada yang benar-benar berubah 180 derajat, apalagi bila pada momen reuni kita masing-masing datang dalam kesadaran diri. Tak perlu membawa tanda prestasi atau ciri kesusksesan apapun.

Setiap orang atau teman kita telah melampaui kehidupannya yang panjang, mungkin ada yang datar-datar saja ataupun terus berjuang untuk mencapai puncak impiannya. Di reuni ini mestinya dilebur, kita tidak perlu hadir dalam nuansa yang melampaui hakikat reuni. Bahwa kita ingin kembali bertemu kawan-kawan lama bahkan untuk menyulam perteman baru.

Reuni merupakan ceruk pertemuan yang dirindukan. Inilah momentum terbaik untuk merawat silaturahim sesama kita yang saling berpisah sekian lama.

Analoginya, reuni ini ibarat bunyi lonceng besi di sudut sekolah sebanyak tiga kali. Bahwa kita anak-anak yang mesti kembali ke ruang kebersamaan, berkumpul saling memagut saling percaya. Uanglah yang susah dicari, tetapi kenangan sesuatu yang selalu lebih mahal nilainya.

Reuni tempatmu kembali sebagai merenungkan hakikat perjalanan hidup. Bahwa tiada yang abadi. Pada momen ini kita seketika mencari teman-teman yang tak hadir, yang mungkin berada di seberang pulau atau di kota-kota lain. Pun yang telah berpulang. Ini titik yang menuang perenungan tiada yang abadi.

Jadi apa yang mesti dibanggakan pada teman-teman yang baru ketemuan sekian lama di reuni, kecuali mengenai, bahwa kita sosok yang masih sama: teman kelasnya; angkatannya yang tetap “sebadung” atau seriang dahulu. Itu sebabnya kita berpayah-payah untuk hadir mesti ada yang menempuh perjalanan dari jauh.

Reuni perihal masa lalu yang menjelaskan bahwa anda pernah selugu dan sepolos apapun di mata teman-teman kelasmu. Inilah alas yang membawamu pada masa depan dan cita-citamu yang mungkin masih belum tergapai.

Tengkyu “kaka-kaka”. Insya Allah bersua lagi di usia mendatang. Reuni SMPN 1 Wonomulyo ke-52 mengentalkan pikiran saya. Di sekolah inilah awal saya belajar menulis dari guru bahasa Indonesia terbaik, pun guru sejarah fenomenal di kelas berdinding kapur itu.

I love full bagimu semua…

Teras Empang, 6 Mei 2022