Oleh Hajrul Malik, M.Pd.
“Keikhlasan adalah kunci kesuksesan spiritual.” – Imam Al-Ghazali
Kita lanjut membicarakan tentang keihklasan. Ini penting untuk memastikan amal Ramadhan kita 28 hari ke depan betul-betul dinikmati sebagai ajang untuk menaikkan level spritual kita.
Menurut Imam Al-Ghazali, keikhlasan memiliki beberapa bentuk atau aspek yang penting:
Pertama, keikhlasan dalam niat, ini adalah bentuk keikhlasan yang paling mendasar. Al-Ghazali mengajarkan bahwa semua amal harus dilakukan dengan niat yang murni untuk Allah semata, tanpa ada motif lain seperti riya’ (pamer) atau sum’ah (mendengar pujian).
Kedua, Keikhlasan dalam Amal, Keikhlasan tidak hanya terletak pada niat, tetapi juga pada pelaksanaan amal. Ini berarti melakukan amal dengan penuh dedikasi dan tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari orang lain.
Al-Ghazali menekankan pentingnya membersihkan nafsu dari segala bentuk keserakahan, kesombongan, dan ambisi dunia. Hanya dengan membersihkan nafsu, seseorang dapat mencapai keikhlasan yang sejati.
Ketiga, konsistensi. Keikhlasan bukanlah sesuatu yang dapat dicapai sekali dan untuk selamanya, tetapi harus dipertahankan melalui konsistensi dalam niat dan amal.
Ini berarti seseorang harus selalu berusaha untuk memperbaiki dan memperdalam keikhlasannya sepanjang hidupnya.
Dalam pandangan Al-Ghazali, keikhlasan merupakan pondasi utama bagi keselamatan spiritual dan keberkahan dalam hidup seseorang.
Nah Ramadan ini adalah sarana utama untuk menajamkan keikhlasan kita terutama melalui ibadah puasa. Bahkan Nabi SAW mensyaratkan perolehan ampunan atau MAGHFIRAH ketika seorang hamba melaksanakan Shaum (puasa ), dan Qiyam (tarawih) dengan penuh ikhlas dan iman.
Imam Bukhari dan Muslim, yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Barangsiapa berpuasa karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Mari meraih keberkahan Ramadan dengan menajamkan keikhlasan, maka ia benar-benar akan jadi energi ruhiyah yang kuat. (*)