EDITORIAL Media Indonesia hari ini membahas Politik identitas yang dianggapnya sudah primitif. Menurutnya harus dicegah karena berpotensi membelah bangsa dan mencederai demokrasi. Pemilu yang mestinya bertujuan mengukuhkan kebangsaan dan menguatkan persatuan justru bisa dinodai dengan politik identitas. Kita sepakat dengan sebutan politik identitas itu mencerminkan kemalasan maksimal dalam mencari simpati pemilih dalam sebuah kontestasi. Tidaklah berlebihan pula untuk menyebut politik identitas sebagai praktik politik yang paling primitif.
Senada dengan Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya yang dilansir nasdem.id menentang keras politik identitas di kontestasi politik Indonesia, khususnya Pemilihan Umum 2024. Menurutnya, politik identitas mengancam keutuhan bangsa dan negara.
Jangan sampai isitilah primitif ini hanya untuk menjadi tameng bagi partai tertentu, meminjam istilah Buya Safii Maarif pragmatisme politiknya tuna-moral dan tuna-visi.
Dari crcs.ugm.ac.id yang ditulis oleh M. Iqbal Ahnaf, 19 Agustus 2018 bahwa jangankan di Indonesia, negara yang penuh sesak dengan sentimen-sentimen komunal, isu-isu identitas masih berperan penting dalam kontestasi pemilu di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Di negara-negara Barat itu, pertarungan politik tidak hanya ditentukan oleh isu-isu rasional seperti layanan kesehatan dan cara mengatasi pengangguran, tetapi juga oleh posisi para kandidat dan partai terkait isu-isu yang kental muatan identitas seperti keberadaan imigran, aborsi, homoseksualitas, pemakaian hijab dan cadar, dan seterusnya.
Barangkali tepat apa yang dikatakan oleh Bryan Caplan dalam bukunya The Myth of Rational Voter: Why Democracies Choose Bad Policies (2008) bahwa pemilu yang (semata) ditentukan oleh pemilih yang rasional adalah mitos.
Almarhum Buya safii Maarif dalam bukunya POLITIK IDENTITAS DAN MASA DEPAN PLURALISME KITA yang diterbitkan dalam edisi digital tahun 2012 diterbitkan Demokrasi Porject mengemukakan pertanyaan dan gambaran tentang politik identitas. Beliau mengungkapkan sejarah mengapa politik identitas itu ada dan siapa yang memulainya.
Buku yang di dalamnya juga memberikan tanggapan berbagai tokoh dengan latar belakang berbeda-beda seperti Martin Lukito Sinaga dengan judul tanggapan Melangakaui Politik Identitas, Menghidupi Dinamika Identitas.