Perang Dagang Trump, Indonesia Didorong Perluas Pasar Nontradisional

MANDARNESIA.COM, Jakarta — Kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada awal April menjadi sorotan dunia perdagangan internasional. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, kini berupaya menyesuaikan langkah demi melindungi ekonominya.

Namun, dinamika perang dagang tersebut justru membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk menembus pasar-pasar besar lainnya di dunia.

Sejumlah pengamat menilai, Indonesia tidak perlu terlalu khawatir terhadap dampak perang tarif dari Amerika Serikat. Terdapat potensi besar di kawasan seperti Amerika Selatan, Asia Tengah, Timur Tengah, Rusia, dan Afrika untuk memperluas ekspor komoditas unggulan dan jasa nasional.

Peluang ini mengemuka dalam konferensi bisnis NTV Insight yang diselenggarakan oleh Nusantara TV di Ballroom Nusantara, NT Tower, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

“Begitu Trump mengumumkan tarif itu, semua urusan multilateral bisa bergeser ke arah bilateral,” kata Presiden Direktur Nusantara TV, Don Bosco Selamun, dalam sambutannya.

Menurut Don Bosco, konferensi ini menjadi forum pertukaran gagasan strategis untuk merespons kebijakan dagang global, khususnya dari AS.

“Perspektif yang berkembang di sini akan kami sampaikan ke publik agar bisa didengar pemerintah,” ujarnya.

Konferensi NTV Insight menghadirkan tiga sesi diskusi yang membahas masa depan ekspor Indonesia, prospek industri sawit nasional, serta potensi pengembangan sektor peternakan di tengah dinamika perdagangan global. Acara ini dihadiri lebih dari 100 peserta dari kalangan pelaku bisnis, pemerintah, hingga akademisi.

Analis Ekonomi dari Apindo, Ajib Hamdani, menyatakan pihaknya mendorong pemerintah memperluas kerja sama bilateral dan regional guna membuka akses pasar baru.

“Negosiasi ulang dengan AS tetap penting, tapi jangan abaikan pasar nontradisional,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya efisiensi ekonomi domestik dan revitalisasi sektor padat karya untuk meningkatkan daya saing nasional. “Selama kita masih high cost economy, kita sulit bersaing,” ujar Ajib.

Sementara itu, CEO PT Oxytane Mitra Indonesia, Syofi Raharja, mendorong pengusaha nasional agar berani berekspansi ke negara-negara yang selama ini belum digarap. Oxytane sendiri telah memasarkan produknya di Afrika dan Asia. Ia juga mengajak pemerintah memperbaiki regulasi yang mempermudah akses pasar baru.

“Selama produk kita bagus, dinamika seperti perang tarif bukan masalah,” ujarnya optimistis.

Ekonom dari Strategic ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC), Shaanti Shamdasani, menilai perang tarif ini menjadi momen tepat bagi Indonesia untuk memperbaiki diri dan mengurangi ketergantungan terhadap AS.

“Kita seharusnya sudah menyusun strategi diversifikasi sejak 10 tahun lalu. Kini saatnya kita bergerak,” tegasnya.

Konferensi ini merupakan bagian dari komitmen NTV untuk turut serta dalam pembahasan isu-isu strategis sektor ekonomi dan bisnis Indonesia. Kegiatan ini didukung oleh mitra NTV, seperti Oxytane dan Pegadaian. (Rls/WM)