Pedagogi Demokrasi: Mengantisipasi Polarisasi Politik pada Pemilu

Nuni Nurbayani
Nuni Nurbayani

Antisipasi Potensi Polarisasi pada Pemilu

Pilkada Serentak 14 Februari 2024 yang akan berlangsung di 514 Kabupaten/Kota di Indonesia ada di depan mata. 34 Provinsi, 416 Kabupaten, dan 98 kota tengah mempersiapkan diri. Menyusul tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) yang diresmikan Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, atas nama Presiden Republik Indonesia pada hari Jum’at, 11 November 2022.

Tiga DOB Papua itu diantaranya Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan. Ada 2 agenda yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi polarisasi politik pada Pemilu baik itu disebabkan bentrokan ras, agama maupun krisis akibat covid-19:

Pertama, agenda jangka panjang yaitu dengan pendidikan demokrasi yang terintegratif. Melibatkan seluruh stakeholder dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali, dengan upaya dan kesungguhan. Pendidikan tidak dibayangi dengan kepentingan penguasa. Namun murni untuk keberlangsungan hidup seluruh masyarakat Indonesia.

Kedua, Jangka Pendek, yaitu dengan memastikan semua proses dimulai dari pra tahapan Pemilu hingga selesai tetap on the right track, sesuai dengan regulasi. Hal yang bisa dilakukan adalah, menjaga netralitas dan profesionalisme penyelenggara, mendesiminasikan konten-konten positif dan secara tegas memberantas konten-konten negatif (hoaks, ujaran kebencian, kampanye negative) di media masa. Juga melakukan pendidikan pemilih dengan tujuan membidani lahirnya pemilih yang cerdas dan rasional.

Selain itu, untuk mengantisipasi berbagai persoalan Pemilu yang berkaitan dengan Pemilih, KPU meluncurkan Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3) pada tanggal 20 Agustus 2021. Agenda dari program ini adalah melatih kader DP3 dari desa sebagai fasilitator Pemilu di masyarakat. Tujuannya yaitu mendiseminasikan informasi Pemilu serta menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya Pemilu dan Pemilihan yang bebas dari hoaks dan fake news. Juga menghindarkan masyarakat dari praktek politik uang, meningkatkan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih dan membentuk kader yang mampu menjadi penggerak dan penggugah kesadaran politik masyarakat.