Pedagogi Demokrasi: Mengantisipasi Polarisasi Politik pada Pemilu

Nuni Nurbayani
Nuni Nurbayani

Demokrasi ini kemudian tidak lantas hanya dipandang hanya sebatas pemilu prosedural hajatan yang dilaksanakan 5 tahun sekali. Namun lebih dari itu, secara substansial pemilu adalah bagian dari proses demokratisasi bangsa yang dewasa untuk mewujudkan ketatanegaraan dengan akar demokrasi yang kuat. Sebagaimana salah satu tujuan Pemilu dalam Undang-Undang Pemilu No. 7 tahun 2017, pasal 4 ayat 1, bahwa pengaturan penyelenggaraan Pemilu bertujuan untuk memperkuat system ketatanegaraan yang demokratis.

Selanjutnya adalah bagaimana ketatanegaraan yang kuat ini dapat diwujudkan yaitu melalui pendidikan demokrasi sejak dini. Pemerintah harus mampu merumuskan konsep pendidikan anak (pedagogi) yang terintegratif antara pendidikan sekolah, rumah dan masyarakat. Dan dapat diterjemahkan secara aplikatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebetulnya, instrumen pendidikan demokrasi di Indonesia sudah digariskan dalam berbagai peraturan perundangan. Misalnya, dalam usulan BP KNIP tanggal 29 Desember 1945 dikemukakan bahwa “Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab”.

Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari kutipan tersebut di atas dapat dilihat bahwa semua ide yang terkandung dalam butir-butir rumusan tujuan pendidikan nasional sesungguhnya merupakan esensi pendidikan demokrasi. Artinya sejak tahun 1945 pemerintah sudah menyadari dan menunjukkan komitmennya terhadap pendidikan demokrasi. Namun secara implementatif masih harus bekerja keras mewujudkan konsep pendidikan yang mampu mengubah perilaku.

Pedagogi demokrasi dapat dilakukan melalui berbagai media. Dan dimasa pendemi hingga endemi covid-19 ini yang paling efektif adalah media sosial. Dengan bersinergi dan aktif membuat konten-konten positif serta aktif pula mensensor konten-konten negatif yang setiap hari wara-wiri di media sosial maupun televisi. Akhirnya memang kembali lagi kepada komitmen bersama bagaimana mewujudkan Indonesia yang bhinneka namun tetap satu tujuan. Memiliki kekhasan budaya dan sikap gotong royong, ramah tamah dan jujur.