Parrawana, Syair Cinta dalam Tradisi Lokal

Oleh: Mildayanti, Mahasiswa Unasman

Perkembangan musik yang semakin canggih tidak membuat alat musik tradisional tergerus karena masih banyak diminati oleh masyarakat. Bahkan beberapa alat musik tradisional Indonesia telah dikenal sampai ke mancanegara.

Indonesia terkenal dengan keragaman alat musiknya dan juga keunikan yang dikeluarkan dari alat musik tradisional tersebut. Ada tujuh jenis alat musik tradisional yang terkenal yaitu Gamelan, Angklung, Kolintang, Sasando, Sarune Kale, Tifa dan juga Slenthem. Ketujuh alat musik tradisional ini telah dikenal di berbagi Negara.

Salah satu musik tradisional yang juga terkenal di Mandar dan bahkan sudah sering dipentaskan dalam panggung nasional adalah Parrawana, dalam permainan parrawana ini alat yang digunakan disebut Rebana atau Rawana.

Dari laman https://disbudparpolman.weebly.com dijelaskan bahwa Parrawana adalah salah satu jenis musik tradisional yang ada di Mandar. Parrawana ini sendiri masuk di Mandar pada saat Islam pertama kali masuk di Mandar.

Alat musik tradisional rebana ini sendiri tidak berasal dari Indonesia apalagi Mandar. Dilansir dari https://republika.co.id bahwa alat musik rebana ini pertama kali digunakan di Timur Tengah pada saat itu alat musik rebana ini dipakai dalam penyambutan Rasulullah ketika hijrah ke Madinah dengan diiringi lantunan shalawat “Thola’al badru ‘alaina” sebagai ucapan syukur atas kedatangan Rasulullah.

Menurut Saparuddin (55 Tahun) alat musik tradisional rebana ini terdiri dari dua bagian penting yaitu bingkai dan kulit. Bingkainya itu sendiri dibentuk lingkaran yang berbahan dari kayu, dan  kulitnya berbahan dasar dari kulit hewan.

Kayunya itu sendiri berbahan dasar dari berbagai macam kayu, diantaranya kayu pohon nangka, kayu pohon jati, pohon mahoni, dan lain sebagainya. Tapi, yang sering dipakai oleh seorang Parrawana yaitu kayu mahoni. Karena rebana yang terbuat dari kayu mahoni dapat bertahan lama dan kuat dibandingkan dengan kayu yang lain.

Bahan yang kedua yaitu kulit, kulitnya tersebut terbuat dari kulit kambing. Mayoritas parrawana menggunakan kulit kambing sebagai media bunyi dari musik rebana. Kulit kambing dibentangkan di sisi bingkai sehingga menutupi bagian atas bingkai yang berlubang. Kulit kambing ini juga sangat bagus digunakan karena kulit kambing ini dapat menghasilkan pantulan gelombang suara yang begitu syahdu dan merdu sehingga pada saat kita mendengarkan suara yang dikeluarkan dari alat musik rebana tersebut kita dapat terhanyut dalam lantunannya

Ukuran alat rebana ini sendiri pun bermacam-macam dari yang terkecil sampai yang paling besar. Ukuran terkecil yaitu garis tengahnya sebesar 30 cm. Sedangkan, ukuran terbesar garis tengahnya sebesar 80 cm. Sementara yang mempengaruhi gelombang bunyi adalah dari perbedaan ukuran alat rebana, ukuran terkecilnya menghasilkan gelombang suara nyaring sehingga gelombang suara yang dihasilkan dari gendang rebana berukuran besar terdengar lebih jelas. Tapi, suara yang dipantulkan dari berbagai ukuran alat rebana ini sama-sama saling mempengaruhi keindahan bunyinya.

Cara yang digunakan dalam memainkan alat musik tradisional rebana ini dengan memukul-mukul gendang dengan perasaan dan juga mengikuti tempo yang telah ditentukan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa alat musik tradisional ini pertama kali digunakan untuk menyambut kedatangan Rasulullah sebagai rasa syukur atas hijrahnya Rasulullah ke Madinah. Nah, alat rebana ini juga digunakan sebagai sarana dakwah untuk mengenalkan Islam ke masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu alat musik tradisional rebana ini digunakan untuk mengiringi peserta khataman baca Al-Qur’an  dan juga mengiringi iringan pengantin.

Manurut Saparuddin sebelum menggunakan alat musik tradisional rebana ini, seringkali orang-orang tersebut melakukan semacam ritual karena mereka mengganggap bahwa pada saat kita tidak melakukan ritual tersebut maka kita akan  merasakan sakit dibagian perut.

Personil-personil dari parrawana tersebut terdiri dari paqdenggo dan pakalindaqdaq.

Saat mereka memainkan alat musik tradisional rebana mereka melingkar, Paqdenggo dan Pakkalindaqdaq masuk ke tengah lingkaran untuk melantunkan syair-syair indah bernuansa cinta, tidak terhalang atau tidak terganggu dengan pemain lain.