Menelusur Wisata Kota Tua Majene

MAJENE – Majene adalah kota pertama yang berdiri di Sulawesi Barat, belakangan menjadi ibukota Afdeling Mandar. Wilayah Afdeling Mandar juga adalah wilayah Provinsi Sulawesi Barat saat ini. Setidaknya cikal bakal Majene sebagai kota dimulai 100 tahun silam.

Guna mensosialisasikan peran Majene dalam sejarah kawasan ini dan menjadikannya sebagai salah satu bagian dari kepariwisataan Provinsi Sulawesi Barat, komunitas Panggoling Mandar Balanipa (GOMBAL) berkolaborasi dengan Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat mengadakan even Jelajah Majene Kota Tua, Majene 28 Maret Minggu kemarin.

“Kegiatan Jelajah Majene Kota Tua adalah bagian dari even Bersepeda Marasa, bersama Jalur Sutera Mandar yang baru akan dilaksanakan pekan depan di Desa Karama, Tinambung. Kegiatan ini penting kita adakan sebab sudah banyak yang tidak tahu tentang keberadaan Majene sebagai Kota Tua. Bukan hanya itu, banyak sekali situs-situs yang berkaitan dengannya yang hancur dan tidak terurus. Nah lewat kegiatan ini, setidaknya teman-teman yang ikut bisa mengenal bahwa di Majene ini banyak tempat-tempat bersejarahnya, khususnya kegiatan Belanda memusatkan pemerintahannya di Majene ini,” kata Muhammad Ridwan Alimuddin, koordinator Bersepeda Marasa.

Jelajah Majene Kota Tua diikuti 40-an peserta, yang sebagian besar berasal dari komunitas penggemar sepeda modifikasi yang disebut minion, yaitu dari Minion Assamalewuang Community (MAC). Menurut Apdhaluddin, ketua MAC Majene, “Saya mewakili teman-teman di MAC merasa sangat gembira dan antusias dalam mengikuti kegiatan Jelajah Majene Kota Tua. Kami sangat bangga bisa ikut dan berpartisipasi karena ini yang pertama kalinya ada kegiatan besar yang memperkenalkan Majene sebagai Kota Tua. Kami juga mendapat pengetahuan dalam hal tempat-tempat bersejarah di kota Majene.”

Peserta Bersepeda Marasa saat berada di pelabuhan Majene. Foto: Fb. Muhammad Ridwan Alimuddin

Dia menambahkan, berharap ke depan ada kegiatan serupa. “Komunitas sepeda MAC mengharapkan nanti kegiatan ini berkesinambungan dan lebih banyak melibatkan komunitas pesepeda di Sulawesi Barat. Tentu akan sangat bernilai positif untuk masyarakat, khususnya Kabupaten Majene sebab akan ada perputaran ekonomi. Jadi pendapatan di masyarakat, tentu juga ke pemerintah. Mari kita menggelorakan jelajah situs-situs kota tua di Majene,” tegas Apdhaluddin.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat, Farid Wajdi, sesaat sebelum peserta memulai penjelajahan menyampaikan bahwa kegiatan ini penting untuk membumikan kesadaran Majene sebagai Kota Tua. “Ada yang dimiliki kota Majene tak dimiliki kota lain di Sulawesi Barat, yakni perannya sebagai kota tua. Peran itu tak bisa diemban kota lain, hanya Majene yang bisa. Di sini banyak artefaknya yang harus kita lestarikan sebab menjadi identitas dan bisa menjadi bagian dalam kegiatan kepariwisataan.

Ada banyak even yang kami usulkan ke Kementerian Pariwisata untuk dikurasi sebagai Calender of Event di Indonesia, tapi kayaknya yang akan lolos hanya Festival Majene Kota Tua,” terang Farid Wajdi yang mengikuti secara penuh kegiatan Jelajah Majene Kota Tua.

Jelajah Majene Kota Tua menempuh jarak kurang lebih 8 km. Adapun rutenya sebagai berikut: Stadion Prasamya – Gereja Majene – Makam Cina – Pelabuhan Majene – Pesanggarahan (kompleks Mesjid Laikal Masir dan rumah jabatan Bupati Majene) – Makam Belanda – Museum Mandar dan finish di Gedung Assamalewuang.

“Rute yang dilalui hanya melintasi beberapa situs sekaitan Majene Kota Tua. Masih ada situs lain, tapi karena di even ini kita banyak singgah-singgah agar peserta bisa mengenal situs alias tidak lewat saja, maka rutenya pendek saja. Waktu yang kami habiskan dalam Jelajah Majene Kota Tua lebih dua jam. Kalau bersepeda terus, itu bisa sampai 50 km. Situs-situs lain yang bisa dijelajahi di kota Majene dan sekitarnya, diantaranya mercusuar Rangas, bekas rumah sakit kusta di Teppo, dan PLTD,” terang Muhammad Ridwan Alimuddin yang juga penulis buku “Majene Kota Tua”. (rls)

Foto Utama: Fb. Muhammad Ridwan Alimuddin