Ia menjelaskan, terkait dengan hubungan keluarga dalam penyelenggara pemilu, regulasinya yang diatur itu hanya hubungan perkawinan. Makanya tidak kuat dasar untuk tidak meloloskan yang bersangkutan.
Ia mengaku baru mengetahui bahwa yang bersangkutan pernah jadi bacaleg setelah pengumuman 6 besar dan pada saat ini masa kerja Timsel sudah berakhir. “Saja jelaskan begini, terkait dengan pemberitaan bahwa yang bersangkutan adalah Bacaleg keluar setelah pengumuman 6 besar, dan setelah kami mengeluarkan 6 besar, masa kerja kita sudah berakhir. ndak mungkin kita melakukan terhadap proses itu.”
Ditanya, apakah Timsel pernah menyampaikan temuan tersebut ke KPU RI, ia menjelaskan informasi tersebut kan itu sampai di (Bawaslu) RI. Karena berita di media juga mengemuka.
“Disampaikan secara langsung tidak, tapi saya pastikan ada orang yang menyampaikan. Jujur saja, kalau saya menyampaikan langsung, saya ingin menghidari kesan saya ingin menjatuhkan orang. Itu masalahnya.
Bahwa pesan ada bacaleg itu pasti tersampaikan. Pasti ada persaingan, ada yang disampaikan merugikan dan menguntungkan. Apalagi di Majene santer itu ada komisioner yang dianggap pengelola anggaran, kemudian ada komisioner dianggap pernah jadi bacaleg, pasti pernah disampaikan ke RI,” tutur Sulfan.
* Nasrullah Sarankan Masyarakat Sipil Melapor ke DKPP RI
Anggota Bawaslu RI Periode Tahun 2012-2017 Nasrullah menilai, kasus ini harus diutus tuntas oleh Bawaslu. Bawaslu tidak boleh berdiam diri, apalagi ini menyangkut tentang bawahannya. Kenapa harus segera diusut tuntas, tegas Nasrullah, dalam rangka Bawaslu menjaga kepercayaan publik dan untuk penyelamatan Pemilu 2024.
“Info yang saya dengar, yang lulus anggota Bawaslunya Majene itu masih punya hubungan darah dengan saudara Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat (Nasrul) bahkan juga punya saudara yang lolos Bawaslu KPU Kabupaten Mamuju Tengah. Semua masyarakat curiga terhadap keterlibatan saudara Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, karena ada saudara-saudaranya. Ini kok masuk semua, apalagi salah satunya saudara itu juga pernah jadi bacaleg,” ujar Nasrullah.
Ia berharap, koalisi masyarakat sipil agar melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Selain etik bisa jadi ada juga pelanggaran pidana, terkait soal pemberian keterangan tidak benar. Biasanya kalau bacaleg tanda tangan surat pernyataan dan punya kartu anggota. Sedang mendaftar di Bawaslu harus menandatangani surat tidak pernah sebagai anggota partai politik. Maka dari itu, urai Nasrullah bisa berbahaya dari sisi pidana. Karena yang bersangkutan menyampaikan keterangan yang tidak benar, jadi dugaan pelanggaran etik, dugaan pelanggaran pidana itu bisa terjadi.
Ia juga menyoroti pernyataan Ketua Bawaslu Nasrul Muhayyang di beberapa Media yang tidak tahu menahu persoalan ini. “Kedua dia mengatakan kalau mau tahu, silakan tanya langsung. Itu terkesan sebagai Ketua Bawaslu tidak punya tanggung jawab, kalau memang benar saudara Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat yang mengatakan, bahwa tanya saja yang bersangkutan, menurut saya itu dia tidak bertanggung jawab.”
“Jadi tidak benar kalau statemen seperti itu. Silakan tanya pada yang bersangkutan. Kenapa karena statemen itu tidak bertanggung jawab. Kenapa saya bilang tidak bertanggung jawab, karena dia tidak menjalankan fungsi dengan baik. Pasti kalau dia punya hubungan darah bohong kalau dia tidak tahu. Jadi tidak ada alasan yang dipertanggungjawabkan, baik dari kapasitas sebagai saudara yang mengetahui itu, maupun sebagai penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu,” ungkap lelaki berdarah Mandar ini.
Nasrullah juga menjelaskan, “Dia boleh mengelak dalam kapasitas sebagai saudara, tetapi tugas pokok dan fungsi sebagai Bawaslu tidak bisa hilang. Wajib ketika dia mengetahui dan tidak mau mengungkap persoalan itu, itulah pelanggaran hukum, ketidakprofesionalnya. Apalagi punya hubungan saudara. Mendukung saudara supaya lolos, kemudian dia tidak jalankan tugas dan fungsinya dengan benar, yaitu profesionalisme sebagai penyelenggara Pemilu. Apalagi fungsi pengawasan yang tidak dijalankan.”