Oleh: Fiqram Iqra Pradana (CEO Manabrain Institute)
Henry Ford pernah mengatakan bahwa berpikir adalah pekerjaan terberat, karena itulah sedikit sekali orang yang mau menggunakan otaknya untuk berpikir. Ini merupakan sindiran bahwa kebanyakan orang tidak pernah betul-betul berpikir dan mengambil kendali atas pikirannya.
Kebanyakan orang cenderung ikut-ikutan saja dalam menjalani aktivitasnya. Ikut-ikutan yang lagi viral, ikut-ikutan yang lagi booming, ikut-ikutan yang lagi trend.
Menurut Caroline Reynolds kita memiliki kira-kira 60.000 pikiran setiap harinya, sebagian besar terulang dari pikiran dan opini lalu – dari kita atau orang lain.
“Ketika kau menjadi satu-satunya orang yang benar-benar mendengar, melihat, dan merasakan kekacauan, pikiran kacau yang tidak rasional, 365 hari dalam satu tahun, 24 jam sehari, 60 menit per jam, dan 60 detik per menit, kau kemudian menggunakan sebagian besar waktumu, dengan sugesti yang diyakini, dari pikiran-pikiran yang bersifat ‘mengulang’. Hal ini juga berarti bahwa setiap pengalaman baru yang kau miliki, diuji dengan keyakinan bahwa kau didasari oleh pengalaman-pengalaman masa lalu”.
Mengambil alih kembali pikiran kita adalah langkah awal memulai manajemen pikiran kita sekaligus hal ini menjadi pintu gerbang setiap orang untuk berubah menjadi perubahan terbaik versi dirinya masing-masing.
Selanjutnya Memperbaiki pikiran. Bukan hanya isi pikiran negatif yang perlu diganti menjadi pikiran positif namun yang paling utama melakukan pengaturan terhadap pikiran, saya mengistilahkannya dengan Mind Management.
Di era surplus informasi saat ini, dimana dengan mudahnya kita bisa dibombardir dengan berbagai macam informasi mulai dari informasi di grup whatsapp keluarga, sampai berita keadaan negara. Mudah sekali kita mendapatkanya. Apapun yang kita cari, bisa dengan satu klik ujung jari, informasi tersebut tersaji dilayar smartphone atau gadget kita.
Menurut Yuval Noah Harari, orang yang dianggap memiliki kekuatan diabad ini bukan lagi mereka yang memiliki akses terbanyak dengan informasi namun mereka yang mampu menyaring informasi terpenting yang masuk kedalam pikirannya.
Penjajahan hari ini bukan lagi penjajahan fisik yang memerlukan perang dan penindasan namun penjajahan hari ini yaitu penjajahan pikiran melalui cuci otak dengan alat seperti film dan informasi hoax yang bertebaran di internet.
Menurut Seth Stephens, jika membutuhkan informasi terpercaya maka keluarkan uang untuk membelinya. Hampir semua data dan informasi di internet perlu dicurigai karena hampir semua memiliki kepentingan.
Mengetahui kenyataan diatas dan cara kerja otak kita yang tidak mampu membedakan antara imajinasi -yang digambarkan audio visual yang kita dapat melalui internet- dan fakta yang sebenarnya terjadi mengharuskan kita secara serius mengaplikasikan manajemen pikiran.
Secara sederhana ada tiga cara kita melakukan manajemen pikiran. Ambil alih pikiran, program kembali pikiran dan isi pikiran dengan ilmu dan pengalaman.
Pertama, ambil alih pikiran kita. Kederungan kita untuk membiarkan pikiran kita untuk dikendalikan oleh sesuatu diluar diri kita -seperti komentar orang lain dan kebiasaan yang kita tiru dari lingkungan tanpa filter- perlu kita hentikan secepat mungkin. Mulai kendalikan diri kita sendiri karena hidup kita adalah sepenuhnya tanggung jawab kita. Bersikap bodo amat pada urusan yang tidak penting, itu menyehatkan.
Kedua, program kembali pikiran kita. Faktanya, kita semua memiliki sumber daya mental yang kita perlukan untuk mencapai sukses. Kita semata-mata kurang kemampuan untuk mengendalikan dan mengarahkan sumber daya ini. Pikiran (mental) kita memiliki mekanisme kerjanya tersendiri. Pikiran memerlukan kejelasan, keharusan dan rasa tanggung jawab penuh terhadap semua yang ada pada diri jika ingin mencapai tujuan. Sesederhana mencatat aktivitas harian dan melakukan ceklist.
Ketiga, isi pikiran dengan ilmu. Belajar sampai akhir hayat adalah kebiasaan orang yang berhasil dimanapun dan latar belakang agama apapun. Belajar setiap saat itu perlu agar kita tetap relevan dengan zaman. Pikiran harus terus diupdate karena jika tidak, maka kita akan terus-terusan mengulang pikiran-pikiran lama dan jika itu terjadi maka secara otomatis perilaku dan kebiasaan kita juga tidak berubah.
Selain ilmu, pikiran juga membutuhkan cerita dari pengalaman orang lain. Apalagi itu kita dapatkan langsung dari orang yang mengalaminya. Keuntungan mendapatkan cerita pengalaman orang lain, agar kita tidak melakukan kesalahan dan kita bisa seratus langkah lebih maju kedepan. Ilmu dan pengalaman sangat penting bagi kekuatan dan kualitas pikiran kita. You are what you think (kamu adalah apa yang kamu pikirkan) []
Sumber:
Adam Khoo & Stuart Tan, Master Your Mind Design Your Destiny; Strategi-strategi Teruji untuk Meraih Segala Keinginan Anda dalam Hidup. Jakarta. Elex Media Komputindo. 2013.
Caroline Reynold, Kesehatan Spiritual; 7 Langkah Mencapai Kesehatan dan Kebermaknaan Spiritual dalam Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta. Baca. 2005.
Seth Stephens-Davidowitz; Everybody Lies; Big Data dan Apa yang diungkapkan Internet Tentang Siapa Kita Sesungguhnya. Jakarta. Gramedia. 2018.
Yuval Noah Harari, 21 Lesson; 21 Adab untuk Abad 21. Manado. Globalindo Kreatif. 2018.