MAJENE, mandarnesia.com — Majelis Sastra dan Budaya Sulawesi Barat mendorong agar sastrawan dan budayawan di daerah tidak berhenti melahirkan karya, dialektika, dan daya kreasinya seiring perkembangan zaman.
Tammalele salah satu pendiri Majelis Sastra dan Budaya Sulawesi Barat, mengungkapkan pertumbuhan kesusastraan bagian dari kekuatan peradaban sebuah bangsa. Menurutnya sastra merupakan jendela budaya.
“Kesusastaraan adalah jendela kebudayaan sebuah bangsa. Maka sejumlah orang pun kerap bertanya apakah sastra muara kebudayaan, ataukah budaya yang menjadi muara kesusastraan. Yang jelas kebudayaan memiliki ikatan erat dengan peradaban,” ujarnya saat berbincang dengan mandarnesia.com via telepon, Selasa (7/12/2021).
Secara etimologis, menurut Tammalele yang karib disapa aqba Lele, kebudayaan dan peradaban memiliki makna yang sinonim. Keduanya memiliki arti keseluruhan hidup masyarakat atau aktivitas manusia. “Walaupun ini lalu berkembang dalam bentuk-bentuk kebudayaan yang paling tinggi selanjutnya,” terang budayawan senior ini.
Majelis Sastra dan Budaya Sulawesi Barat yang didirikan bersama beberapa pegiat sastra dan budaya, disebutkan akan memaksimalkan peran dalam pengembangan dan penelitian sastra dan budaya di daerah.
“Ini ikhtiar penting, sebab kerja-kerja sastra-budaya itu bukan di wilayah ‘pertengkaran’, tetapi kami ingin menjadi bagian dari arus kebudayaan untuk terus menjaga mutu atau kualitas karya dari peradaban. Itu nilai yang mesti dijaga sehingga kita mesti terus melahirkan gagasan-gagasan baru, agar dinamis,” lugasnya lagi.
Majelis ini pun, sebut Tammalele akan menjadi wadah untuk melahirkan rekomendasi yang tepat bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan mengenai kebudayaan secara umum. (*)