Kisah Nenek 98 Tahun, Masih Memesrai Al-Qur’an

Oleh : Karmila Bakri

Gerah menghantam kulit, baju basah seketika. Keringat mengucur, aku mengibaskan sehelai kertas, hingga angin-angin lembut menerpa wajah. Asli panas menyengat, suasana pantai 17/11/2019 di Pulau Battoa, Desa Tonyamang, Kecamatan Binuang ini semakin menguatkan adrenalin, untuk memesrai angin pantai.

Aku ikut dalam rombongan kawan-kawan literasi, dalam bingkai “Refleksi Literacy Camp”. Berbagai warna karakter komunitas dan individu bercampur dalam lingkaran. Usai menikmati santap siang dengan menu enak sejenis kerang laut, yang mana penduduk setempat menamai “Cocco”.

Rasanya enak, hingga liur ku tak henti tergoda untuk menyantap terus. Seakan sejenak melupakan bau penindasan di sekeliling, yang kerap akrab di alam pikir kritis ku. Empuk dengan racikan kuah berbau rempah, hanya bermodalkan satu tusuk, mengeluarkan dagingnya, asli rasa nambah terus menggoda. Ahh cocco kau pula menangkis pola diet, yang mana telah aku programkan beberapa minggu ini .

Kekenyangan kembali mengusik ngantuk, sembari jedah merehatkan nalar bersama kawan-kawan literasi. Aku melirik jam tangan, pantas saja angin pantai menggoda untuk mencari kesejukan, saat ini tepat pukul 12.00 WITA.

Aku pun menikmati rasa kekenyangan di bawah kolong rumah nelayan, tiba-tiba suara lantunan teduh ayat suci mengalun, terngiang di telinga. Tidak jauh dari tempat dimana kunikmati angin pantai. Seorang nenek bernama Sitti Aminah (98), di atas balai bambu tepat di bawah kolong rumahnya, menunduk memesrai ayat-ayat suci Al- Qur’an.

Setiap hari rutinitas ibadah dilakoni, sholat 5 waktu, puasa sunnah senin dan kamis, siang hari lantunan ayat suci alqur’an, lewat jarinya meraba-raba huruf hijaiyah, hingga tadarrus mengalun merdu. Spirit nenek mengingatkan akan pentingnya memahami hakikat manusia sebagai hamba. Kekeringan spritual, keagamaan akan membentuk kerapuhan mental.

Pesan nenek Sitti Aminah ” Mesrailah ayat-ayat suci alqur’an meski satu ayat dalam sehari, setinggi apa pun pendidikan di dunia, sekaya apapun kita di dunia, jika tidak mengingat Allah maka hidup kita akan sia-sia”. Senyum manis senantiasa menghias di wajah si nenek, tepukan bagi ku untuk mendendangkan syair di penghujung senja, aku sabdakan diri lewat lorong kata kurakit diksi sebagai pemantik lakon kehidupan, Nenek Sitti Aminah sosok inspiratif, potret perempuan religius.