Oleh : Karmila Bakri
Hidup di masa lansia terpapar nanar kehidupan, rotasi umur senantiasa beranjak sepersekian detik. Usia kakek Teke (90) hidup sendiri, kami jumpai (4/12) di kediaman beratapkan rumbia di Lingkungan Belawa, Kelurahan Madatte, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polman.
Kekuatan kakek Teke dalam kondisi kelumpuhan, namun semangat bertahan hidup terpancar dari matanya yang mulai sayup dan sedikit rabun.
Rintik hujan mengantarkan kami berjejak di kediaman kakek Teke, dengkuran terdengar dibalik pintu, kakek tertidur pulas, seketika dua tiga kali kami memberi salam tepat di daun pintu. Kakek Teke pun akhirnya terbangun dan duduk menyambut kedatangan kami.
Kedua kaki tidak mampu lagi diluruskan hanya terlihat ditekuk, sesekali bersandar di dinding papan. Rintihan sayup terdengar “Kakek sudah tidak kuat nak”. Sayup kedua bola mata kakek memandangi kami, sembari bercerita tentang diri kakek yang senantiasa mengingat Tuhan.
” Allah SWT, Maha melihat, kakek yakin Allah Maha mengetahui segala niat kakek saat bermunajat, lewat gerakan tafakkur dalam duduk dan baring, meski tidak kuat lagi melakukan gerakan sholat seperti saat kakek sehat dan kuat, ” ungkap kakek Teke di sela mencicipi sepotong roti dikunyah perlahan-lahan.
Seketika membayangkan saat dimana usia kita seperti kakek Teke, hidup sendiri melakoni kehidupan, memesrai pagi, siang dan malam. Nurani tersentak pilu, betapa kekuatan terpancar menakar sisi ruang batin.
Mata mulai berkaca, tetesan kornea mata merembes, sontak mencair membasahi pipi. Kelak saat usia lansia apakah kita akan dirawat oleh keluarga?. Sungguh tangis pecah tanpa suara, dada sesak dan tarikan nafas diolah untuk diseimbangkan.
Urusan kemanusiaan tidak terukur dari baju kekuasaan yang melekat, sebab setiap jiwa dikaruniai rasa kemanusiaan. Apakah kita mengingkari rasa empati?. Lepaslah ego, sebab realita tidak menunggu mimpi, namun butuh jawaban aksi.
Kunci semesta telah memberi amanah. Sebaik-baiknya manusia membumikan energi kehambaan. Cahaya itu jangan biarkan meredup, tiada daya selain memantaskan diri sebagai manusia, bukan sebagai penderma menggilai tepuk tangan. Sebab urusan kemanusiaan bukan sekadar dipertontonkan, lalu selesai.
Rangkulan tulus akan merawat rasa, hingga jiwa menyatu dalam satu tarikan nafas Maha Tunggal. Mari merajut kolaborasi untuk memesrai lansia, bukankah ayat-ayat semesta cukup terang memberi penanda, pengejawantahan sisi manusiawi, bahwasanya kita ini adalah manusia.
Di penghujung pertemuan kami, kakek berbisik tepat di daun telinga, “Nak, kakek mau abon, biar memudahkan saat kakek makan nasi, dan lauknya tinggal dikunyah, “. Pesanan kakek meminta lauk abon menyadarkan kami akan pentingnya berbagi rasa. Bukan sebatas menyambangi kakek dan menghadiahkan air mata.
Negara pun harus hadir memenuhi permintaan abon dari kakek, bukankah hak kakek Teke tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945, dan pancasila sebagai dasar Negara Indonesia?
Ada banyak kakek-kakek Teke lainnya yang masih membutuhkan uluran tangan tulus dari para penderma, sebab kita sama sepakat, bahwasanya lansia-lansia yang tidak produktif berhak dilindungi dan dicintai oleh negara.
Mari bersama merangkul, memberi solusi bukan sebatas memaki-maki problem, sebab urusan kemanusiaan adalah pengejawantahan, dari tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka bumi ini.
Bagi siapa saja yang ingin menyalurkan donasinya bisa dikirimkan langsung ke BNI Syariah 015.938.7145
A. n. Yayasan Dompet Dhuafa Republika. Caranya setiap donasi diberikan kode 99, misalnya Rp. 100.099 untuk donasi Rp. 100.000. Bila ada hal yang ingin ditanyakan terkait donasi silahkan kontak nomor 085213656545 atas nama Karmila.