JAKARTA, mandarnesia.com — Musik tradisi yang ada di nusantara menjadi perhatian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bentuk perhatian itu ditunjukan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan menyelenggarakan Sidang Prakongres guna membentuk Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik Tradisi Nusantara sebagai bentuk komitmen pelindungan terhadap musik tradisional Indonesia. Kegiatan prakongres sendiri resmi dibuka secara daring, pada Jumat (20/8).
Prakongres ini diawali dengan pendataan Musik Tradisi Nusantara guna melindungi kekayaan intelektual para musisi tradisi. Acara ini berlangsung hingga 30 Agustus mendatang dengan mengundang sejumlah pemangku kepentingan, seperti pelaku seni musik tradisi, akademisi, pakar kekayaan intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru (PMMB), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra mengatakan, prakongres adalah tindak lanjut arahan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim untuk menyusun kebijakan tata kelola perlindungan kekayaan intelektual bagi musisi tradisi nusantara.
“Tentunya (prakongres) akan membahas permasalahan yang mendasar, dan mencari solusi cara mengatasinya, terutama pada musik tradisi nusantara. Untuk itu, kami mohon pada Bapak/Ibu pegiat budaya untuk memberi urun rembuk, ide dan gagasannya, sehingga pada acara puncak yaitu Kongres Musik Tradisi Nusantara menghasilkan rekomendasi untuk bisa menjalankan amanah Undang-undang Pemajuan Kebudayaan,” ujarnya dalam siaran pers Kemendibudristek 20 Agustus 2021.
“Kami para penggiat budaya tradisi, yang tergabung dalam perkumpulan Komunikasi Karawitan Indonesia menyambut dengan penuh semangat dan harap atas inisiatif ini,” tutur Ketua Komunikasi Karawitan Indonesia (KKI), Embi C. Noer dalam laporan.
Dijelaskan Direktur PMMB, penyelenggaraan prakongres sejalan dengan semangat Undang-undang Pemajuan Kebudayaan di mana pemerintah memfasilitasi pencatatan dan dokumentasi musik tradisi nusantara sebagai bagian dari objek pemajuan kebudayaan. Upaya penguatan musik tradisi nusantara mencakup Langkah pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
Pembentukan LMK Musik Tradisi akan mengakomodir pelindungan paten bagi pencipta, pemain hingga produser musik tradisi Nusantara. Harapannya, mekanisme pendataan musik tradisional semakin tertata dengan baik, sehingga tidak hanya membantu musisi tradisional dan melestarikan budaya tradisi tetapi juga memajukannya.
“Semoga niat untuk mendirikan LMK yang didahului dengan kongres ini, juga akan menjadi momentum bersatu padunya penggiat seni musik tradisi nusantara, karena LMK hanya akan berfungsi jika seluruh unsur dalam ekosistem seni peran di indoensia hidup dan bekerja sesuai fungsinya dengan baik, dan yang terpenting adalah seluruh unsur bersatu padu secara organik, dan saling menghidupi, saling mencerdaskan, dan memberi makna,” ujar Embi C. Noer.
Terdapat delapan tema prakongres yang akan dibahas, yaitu 1) Definisi Musik Tradisi; 2) Pendataan Musik Tradisi Nusantara; 3) Kebutuhan Perlindungan; 4) Kebutuhan Pengembangan; 5) Kebutuhan Pendidikan; 6) Keadaan Instrumen; 7) Pemanfaatan; dan 8) Tugas LMK Musik Tradisi Nusantara. Adapun sidang prakongres, terdiri dari 27 sesi dan mengundang 52 narasumber.
Nyong Franco pencipta lagu Gemu Fa Mi Re mendukung pembentukan LMK. Menurutnya penting ada lembaga khusus yang menangani aktivitas berkesenian di tanah air yang berkeadilan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Dengan demikian, para musisi dapat lebih produktif karena merasa aman dalam berkreasi. “Pekerjaan kita sangat bergantung pada imajinasi kreatif dan kalau disibukkan dengan mengurus penyalahgunaan seni akan menghabiskan banyak waktu dan energi. Kita harus punya lembaga yang khusus menangani itu,” ujarnya.
“Momentum ini adalah kesempatan emas bagi kita untuk memperbaiki dan menyempurnakan LMK yang sudah ada sebelumnya menjadi lebih baik lagi,” imbuhnya seraya menceritakan pengalamannya bahwa saat ini masih kurang penghargaan atas karya seni khususnya bagi musisi tradisional.
Direktur Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN), Endo Suanda dalam paparannya mengungkapkan bahwa isu mendasar dalam kongres musik tradisi secara keseluruhan menyangkut tradisi dan modernitas. Pertama, istilah tradisi yang nyaman digunakan. Dikatakannya, musik tradisional berbeda dengan musik modern atau musik yang tidak asli karena telah terkena pengaruh luar. Musik tradisi adalah identitas yang harus dipelihara, dijaga, dan dilestarikan.
Akan tetapi lanjutnya, pada saat yang sama musik tradisional terus berubah. “Bahkan oleh sebagian pihak, justru itu yang harus didorong untuk berubah. Musik tradisional yang biasa, dianggap tidak kreatif. Yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang tradisional adalah mereka kukuh memegang pakem-pakem tradisi. Lantas, bagaimana dengan definisi yang disebut tradisi itu?” tanya dia.
Selain itu kata Endo, dewasa ini kesenian tradisi dihadapkan pada tantangan baru yang berhubungan dengan manajemen, isu besar kongres, dan hukum. “Kesenian tradisi punya cara kerja dan norma-norma tersendiri yang kini harus berubah. Sebagian paling tidak harus menyesuaikan dengan tuntutan baru, teknologi, media zaman sekarang yang tidak kalah kompleksitasnya yang sangat beda dengan sifat tradisi,” ungkapnya.
Direktur PMMB juga menyampaikan apresiasi karena berlangsungnya prakongres turut menjadi peluang penguatan ekosistem para pelaku musik tradisi. “Kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pelaku komunitas musik tradisi nusantara terutama Komunitas Karawitan Indonesia yang telah menginisiasi kegiatan ini,” ucap Mahendra.
Menambahkan, Endo Suanda menekankan pentingnya membangun ekosistem musik tradisi yang melibatkan bidang-bidang profesional khusus, seperti hukum, digital dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan semangat kongres yang mengedepankan nilai-nilai disiplin dan gotong royong. “Paling sedikit, kita butuh tiga bidang keahlian. Pertama, ahli kesenian yang mengerti bagaimana mendeskripsikan, analisis, kata kunci, mengkategorikan tentang kesenian. Kemudian, kita perlu ahli media yang mengerti mengelola, edit, suara gambar dan sebagainya. Ketiga, kita akan perlu orang-orang yang menguasai teknologi informasi (IT) yang paham mengelola dokumen digital, mulai dari basis data sampai pengaksesan,” terangnya.
“Untuk kerja sama dengan baik, kita harus menghargai disiplin masing-masing dan kita harus bersikap jujur, tidak munafik untuk terbuka pada kepentingan instansinya,” tambah Endo.
Selanjutnya, kepada para penggiat musik tradisi nusantara, Embi C. Noer mengatakan bahwa momentum ini menjadi langkah awal dalam membangun gerbang budaya nusantara yang harus diolah bersama agar kekayaan budaya Indonesia tidak lagi hanya sekedar dokumen dan argumen, tetapi menjadi momen bagi kehidupan yang nyata dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. “Semoga ini menjadi bagian yang bermanfaat dalam memaknai kemerdekaan kita, bangsa Indonesia, dan kemerdekaan budayanya,” tutupnya.
Turut hadir dalam pembukaan prakongres Ketua Lembaga Sertifikasi Kreator Film dan Televisi, Embie C. Noer; Seniman dan Etnomusikolog, Endo Suanda; Musisi, Nyong Franco; Wakil Rektor ISBI Bandung, Suhendi Afriyanto; Etnomusikolog, Jabatin Bangun; dan Musisi dan Etnomusikolog Rithaony Hutajulu.
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 414/sipres/A6/VIII/2021