Perempuan Pahlawan Itu Lahir di Tinambung (Bagian 5)
Mendengar nama Tinambung disebut, sangat mungkin hanya mengingat kondisi pasar kumuh yang kini telah direlokasi ke pinggiuran kampung Talolo. Atau boleh jadi hanya akan tersedak ketika melihat tiang Traffict light (lampu merah)-nya yang dijadikan tambatan kuda para kusir bendi. Tapi dibalik itu semua, kota tua dan kecil yang letaknya tidak jauh dari kota Majene ini adalah kota yang banyak menyimpan peristiwa masa lampau yang selalu menarik dilisan tuliskan. Dalam perkembangan kesenian dan kebudayaan Mandar, kota ini tentu tak bisa dinafikan. Dikota ini lahir seniman dan budayawan multi talenta. Pun banyak hal yang terjadi di Tinambung dan menjadi kiblat bagi daerah lain. Nurdin Hamma (81 Tahun), mengatakan bahwa pada menjelang dan masa awal kemerdekaan, masyarakat menyebutnya sebagai Pusat (Sekelas Batavia). Menurutnya, masyarakat saat itu jika ingin ke kota ini tidak mengatakan mau ke Tinambung, melainkan mengatakan “Nasaua’ di Pusat” termasuk para pejuang menjadikan kata pusat ini sebagai sandi atau kode rahasia jika ingin ke Tinambung.
Kota ini selain letaknya yang strategis dan tepat berada di selat Makassar, kota ini menjadi spectrum berkebudayaan dan banyak berhubungan dengan dunia luar sehingga jangan heran jika Tinambung menjadi pusat pendirian berbagai kegiatan, misalnya pendirian pesantren, sekolah, organisasi sosial dan politik, serta pusat perkembangan kebudayaan Mandar. Hampir semua organisasi sosial-politik yang berdiri di Makassar atau Majene, memiliki cabang di wilayah Tinambung atau di Campalagian. Organisasi Muhammadiyah misalnya, berdiri di kota Majene pada tahun 1928 dan memiliki cabang di Tinambung pada tahun 1929. Organisasi Syarikat Islam yang berdiri tahun 1914, merupakan organisasi politik yang pertama berdiri di wilayah Mandar. Cabang dari Syarikat Islam ini juga berdiri di Tinambung pada tahun 1916. Demikian juga organisasi Jong lslamieten Bond yang didirikan di Jawa-memiliki cabang di Majene, Pamboang, dan juga di Campalagian pada tahun I933.
Dalam sejarah perkembangan Kerajaan Balanipa, kota ini juga dikenal sebagai pusat Kerajaan Balanipa yang menjadi induk seluruh kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Mandar. Tujuh kerajaan yang ada di hulu sungai dan tujuh kerajaan yang ada di hilir bersepakat untuk menjadikan Balanipa sebagai induknya. Ini tentu tidak berlebihan, sebab pada masa pemerintahan Tandibella Kakanna I Pattang atau yang dikenal dengan gelar Daetta Tommuane ini memindahkan pusat pemerintahan Balanipa ke daerah ini serta membangun pelabuhan di Tangnga-Tangnga pada tahun 1615. Peralihan pusat pemerintahan ini sekaligus memperjelas bahwa perkembangan kebudayaan, tentu saja bermula dari daerah ini.