Ketika Isa as ditanya oleh para sahabatnya, siapa itu Al Ahmaq, wahai ruh al Allah, Isa as menjawab, yaitu orang yang kagum kepada pendapatnya sendiri dan dirinya sendiri, yang memandang semua keunggulan ada padanya dan tidak melihat beban baginya, yang memastikan semua kebenaran untuk dirinya sendiri, itulah orang dungu yang tidak ada jalan untuk mengobatinya, demikian jawaban Isa as.
Apa yang menjadi kegelisahan Isa as tentang penyakit dungu, itulah yang banyak melanda orang modern sekarang ini, banyak kita jumpai di masyarakat penyakit model ini, yakni penyakit kagum dengan dirinya sendiri atau penyakit ananiyah yakni orang sangat individualis.
Dalam bahasa yang lebih familier dikalangan dunia dakwah adalah penyakit “ujub”, yang dari segi bahasa sama dengan “ta’jub”. Ujub ini salah satu penyakit hati yang biasa diartikan mengagumi diri sendiri, ta’jub dengan diri sendiri, kagum dengan kehebatannya, yang biasa diindikasikan dengan berbagai pernyataan, untung ada saya, siapa lagi kalau bukan saya, orang banyak memerlukan saya, saya tidak mungkin disingkirkan, dan pernyataan-pernyataan yang lain mengarah kepada membanggakan diri.
Menurut Cak Nur, panggilan akrab Nurcholish Madjid, ujub sesungguhnya merupakan indikasi kelemahan diri sendiri dan merupakan kelakuan yang tidak simpatik, sehingga bisa membuat orang justru menyingkir dari kita.
Ujub ini banyak melanda masyarakat intelektual di era modern sekarang ini, mulai dari para intelektual agama, politisi, budayawan, birokrat,dan berbagai figur sentral lainnnya. Dikalangan politisi mulai dari tingkat elit sampai level grassroot, sangat mudah kita melihat pernyataan-pernyataannya lewat media sosial hari ini.
Di tahun ini yang dikenal sebagai tahun politik, banyak politisi kita kembali merakyat yang selama ini agak jauh dari rakyat. Mereka kembali mengkampanyekan dirinya dengan pernyataan-pernyataan yang mengagumkan, dengan memakai bahasa “saya”, dan ini adalah indikasi bahwa penyakit ujub ini.
Dalam dunia sufi penyakit ahmaq ini atau orang dungu murakkab yaitu orang bodoh yang tidak tau kebodohannya. Manusia seperti ini adalah tingkatan manusia yang terendah dalam pandangan kaum sufi.
Menurut kaum sufi bahwa manusia terbagi menjadi empat tingkatan yang pertama adalah orang bodoh dan tau bahwa dirinya itu bodoh. Yang kedua orang pintar dan dia tidak tau bahwa dirinya pintar. Yang ketiga orang pintar dan dia tau bahwa dirinya pintar. Dan yang terakhir adalah orang yang bodoh dan dia tidak tau bahwa dirinya bodoh. Dan yang keempat inilah yang dimaksud dengan Nabi Isa as dengan istilah Ahmaq.
(Bumi Pambusuang, Pebruari 2024)