MAMUJU, Mandarnesia.com — Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) tertinggi jika disandingkan dengan 34 provinsi secara nasional.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulbar dr. Acmad Azis menepis tudingan tersebut. Menurutnya, jika dibanding dengan 34 provinsi, memang tinggi, tapi angka kematian ibu di Sulbar sudah turun.
“Memang masih melihat tren intervensi provinsi dan kabupaten turun cuman tidak signifikan. Ketidaksignifikan itu terjadi karena kesehatan itu bergerak kepada pengobatan wilayah yang spesifik. Pengobatan imunisasi dan sebagainya. Tetapi, ada unsur-unsur di luar dari pada itu, dibutuhkan oganisasi perangkat daerah,” kata Achmad kepada mandarnesia.com, Rabu (30/1/2019).
Achmad memprediksi, secara absolut AKI di Sulbar hanya sekitar 40-an di Polewali Mandar, Mamuju dan daerah lain.
Penyebabnya, didominasi pendarahan. Jika ada yang meninggal kerena tidak ada bidan, menjadi kesalahan kesehatan. Kalau meninggal karena tidak ada kendaraan pada saat ingin bersalin tengah malam, maka yang berperan keluarga dan lingkungan.
“Biasa ada mobil di sebelah, tapi tetangganya meninggal karena tidak ada kendaraan. Tetangganya itu kan harus punya solidaritas,” katanya.
Keterlambat melakukan pemeriksaan secara dini lanjut Achmad, penyebab terjadinya pendarahan. Jangan pihak kesehatan terus dipersalahkan. Kesehatan punya poskesdes yang terdekat di desa. Keterlambatan diperlukan penyadaran masyarakat.
Selain itu, pengaruh perkawinan anak menjadi penyebab terbesar AKI. Kegiatan fisik, psikis menjadi konsekuensi terbanyak yang dialami. Seperti gangguan jiwa, risiko kanker karena belum dewasa. Sehingga, rawan perceraian.
“Kalau sudah ketemu dua unsur ini risikonya di kesehatan sangat besar. Anaknya untuk menjalankan siklus hidup sangat terbatas. Mau memeriksakan diri malu, mau melahirkan ke dukun, mau di imunisasi malu ke puskesmas. Banyak sekali siklus yang tidak dilakukan karena itu tadi, dia malu karena dia cerai dan sebagainya. Sehingga, dia berdampak kepada akumulasi risiko kesehatan,” jelas Achmad.
Melihat masalah tersebut Sekprov Sulbar Muhammad Idrsi DP akan menggunakan cara kerja terinteggrasi dengan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Termasuk, lembaga vertikal yang ada di daerah.
“Terus terang saya ingin mengamati secara terintegrasi. Sehingga, provinsi itu berada pada rotasi pemerintahan yang benar. Artinya, kalau kita bicara kesehatan itu tidak hanya dinas kesehatan yang bertanggung jawab. Tapi, bagian-bagian lain termasuk instansi vertikal. Ini sudah saya komunikasikan bagaimana instansi vertikal dan berbasis daerah itu sudah membiasakan berdiskusi dengan berfokus suatu masalah,” kata Idris.
“Misalnya soal kampung KB bukan hanya menjadi tanggung jawab BKKBN yang terlibat di dalamnya, tapi dinas kesehatan, dinas sosial termasuk dinas pendidikan. Bahkan semua dinas yang memungkinkan untuk desa kampung KB,” sambungnya.
Menurutnya, metode tersebut akan digulingkan terus menerus isu yang selama ini dipermasalahkan masyarakat. Apalagi, pernikahan anak di Sulbar tertinggi di Indonesia.
“Karena tidak punya pengetahuan warga negara terhadap dampak menikah di umur 15 sampai 19 tahun. Ada apa? Kenapa mereka tidak tahu bahwa apa yang muncul di situ ada kelalaian dari unit-unit yang seharusnya bekerja untuk memberikan pengetahuan,” tandasnya.
Reporter: Sudirman Syarif