Oleh : Andhika Mappasomba
“Orang Mandar adalah Penyair, selama mereka Ber”Sayang-Sayang dan Ber”Kalindaqdaq.”
Sastra di Mandar Sulawesi Barat adalah tradisi yang sangat hidup. Jauh sebelum kajian sastra secara massif di dunia akademik itu sendiri.
Bahkan, jika menyimak Novel Daeng Rioso karya Sastrawan Mandar Adi Arwan Alimin, kita akan menemukan kekuatan Sastra Kalindaqdaq sangat hidup, bukan hanya penyampai pesan dengan gaya jenaka, namun juga memicu perang di jazirah Sulawesi Barat pada zaman kerajaan.
Diksi-diksi dalam kalindaqdaq yang mengakar pada idiom dan subtitusi bahasa dalam mengungkapkan hal tertentu semisal gadis dan kecantikannya, kelembutan, atau kemuliaan, dengan padanan pada buah, ikan, langit, laut, gunung, buih, dan sebagainya.
Penggunaan diksi yang kuat oleh masyarakat Mandar dalam berkomunikasi di mana pun berdiam di nusantara, selama mereka masih berkalindaqdaq dan bersayang-sayang, maka mereka adalah Penyair. Jika kata Penyair melekat dengan pengguna bahasa yang penuh dengan sayap-sayap makna dan asosiasi-asosiasi nilai pada semiotika.
Orang Mandar yang hidup dengan tradisi Kalindaqdaq dan Sayang-Sayang secara umum, mereka tidak mempelajari tradisi tersebut dari bangku sekolah. Mereka belajar secara turun-temurun dengan lebih banyak menyimak tradisi tersebut pada banyak even tradisi seperti acara pengantin, maulid dan sebagainya.
baca:https://mandarnesia.com/2019/10/dilarang-onani-di-tanah-manda/
Mungkin juga, kemampuan bersyair Orang Mandar memang tumbuh secara Genealogis. Saya mencurigai ini sebab saya menemukan fakta bahwa Orang Mandar yang pandai berkalindaqdaq dan bersayang-sayang, banyak yang buta huruf. Akan tetapi, saat mereka bersyair, kekayaan bahasa mereka sangat luar biasa kedalamannya, tak kalah dari bangsa lain, seperti bangsa Melayu secara umum.
Semestinyalah Orang Mandar tidak akan kesulitan saat mengikuti workshop penulisan puisi, sebagaimana yang digelar pada acara Mandar Writers and Culture Forum. Mereka telah terbiasa dengan tradisi berpuisi (Kalindaqdaq dan Sayang-Sayang) dalam keseharian mereka.
Even Mandar Writers and Culture Forum tentu memiliki semangat untuk menjadi even yang kuat dan menjadi roh bagi pembumian Sastra dan Literasi yang lebih kuat dan mendalam di hati masyarakat Mandar Sulawesi Barat.
Semangat (Sastra) Kepenyairan di Mandar tentu akan menjadi jalan baru untuk menemukan Penggiat Sastra yang lebih kuat dan menggetarkan sejarah, meneruskan atau menumbuhkan bibit harapan yang telah ditanam oleh pendahulu Mandar seperti Almarhum Husni Jamaluddin.
Sudah sepentasnyalah Even Mandar Writers and Culture Forum didukung penuh oleh Penggiat Literasi, Penulis, Sastrawan, Seniman, Pustakawan, dan yang lebih utama adalah dukungan teknis dari pemerintah, sebab, keberhasilan MWCF akan membawa hal baik bagi kondusifitas dan kolaborasi yang baik antara masyarakat dan pemerintah.
Jika tidak, pemerintah akan dipandang sebagai sekawanan manusia yang sibuk sendiri dan berjalan menjauh dari rakyat yang menggaji mereka.
Gowa-Makassar, 29-Oktober 2019
Andhika Mappasomba DM, Narasumber MWCF 2019