Oleh M. Danial
(Ketua KPU Polewali Mandar)
PEMILIH pemula adalah mereka yang akan baru pertama kali menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Termasuk para pemilih yang baru pensiun dari keanggotaan TNI atau Polri. Sebagai bagian dari penduduk dengan populasi yang cukup banyak, pemilih pemula merupakan segmen strategis dalam kehidupan demokrasi kita. Karena jumlahnya yang banyak pula, pemilih pemula merupakan ceruk potensial untuk “digarap” oleh peserta pemilu dan tim suksesnya setiap menjelang pemilu atau Pilkada.
Dalam dua hari terakhir, saya sempat berinteraksi dengan para pemilih pemula di Polewali Mandar. Dari mereka, terungkap kegelisahan terhadap beberapa fenomena setiap pelaksanaan pemilu, seperti juga dalam menghadapi Pilkada 2018 dan pemilu legislatif yang akan digelar bersamaan dengan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
Di antara kegelisahan mereka, antara lain soal praktik money politik dan KTP elektronik yang menjadi persyaratan untuk didaftar sebagai pemilih pada Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019.
Siswa SMAN 3 Polewali, St Rahmah Nur Annisa, menyatakan kegelisahan melihat praktik money politik yang dilakukan para elit politik atau tim sukses kandidat untuk mendapatkan pemilih.
[perfectpullquote align=”full” cite=”” link=”” color=”” class=”” size=””]“Kalau boleh kami mengusulkan, pelaku bagi-bagi uang dalam pemilu diberikan hukuman yang berat,” katanya, dengan suara lantang, disambut koor “setuju” sedikitnya 1.200-an siswa yang mengikuti pemilihan OSIS, Rabu 6 September.[/perfectpullquote]
Menurutnya, praktik money politik untuk memeroleh dukungan dalam pemilu, bukan hanya sekedar pelanggaran hukum. Tapi, merupakan perilaku menghalalkan segala cara yang akan menyebabkan calon terpilih akan melakukan korupsi, karena harus mengembalikan modal yang telah dikeluarkan.
Menimpali Annisa, seorang siswa melontarkan usulan supaya perbuatan money politik dikategorikan sebagai kejahatan. “Kalau (money politik) dikategorikan sebagai kejahatan, maka pelakunya layak dihukum berat,” katanya, lagi-lagi disambut koor “setuju” teman-temannya.
Kegelisahan soal KTP elektronik, terlontar dari seorang siswa peserta sosialisasi UU Politik bagi pemilih pemula yang dilaksanakan Badan Kesbangpol Kabupaten Polewali Mandar, Kamis 7 September. Dia mempertanyakan langkah konkrit pemerintah menyikapi persoalan KTP elektronik, supaya kekuatiran banyaknya pemilih yang kehilangan hak pilih karena tidak memiliki KTP elektronik tidak terjadi, terutama pada pileg pilpres 2019.
“Kami sebagai pemilih pemula, terus terang gelisah tidak akan bisa memilih karena kalaupun sudah mendaftar (perekaman), blangko KTP elektronik tidak tersedia juga,” katanya, bernada menggugat.
Dalam ketentuan perundang-undangan, penggunaan Suket (surat keterangan) dari Dinas Dukcapil sebagai pengganti KTP elektronik, terakhir dapat digunakan untuk didaftar dalam daftar pemilih Pilkada 2018. Sedangkan untuk Pileg-Pilpres 2019, pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik tidak memenuhi syarat untuk didaftar dalam daftar pemilih. Itu berarti, jika pelayanan KTP elektronik tidak tuntas untuk semua yang berhak memilih, berpotensi kehilangan hak pilihnya. (*)
Polewali, 7 September 2017