Penulis: Ulva Tia Saoja, Mahasiswa Unasman
Tidak asing lagi di telinga kita ketika mendengar kata “Gula Merah”. Si manis yang satu ini memang sangat mudah ditemukan di Indonesia . Bahkan, gula merah menjadi ikon di beberapa makanan untuk hidangan penutup maupun hidangan utama.
Namun, apakah anda tidak bertanya-tanya, mengapa disebut gula merah padahal warnanya coklat? Menurut Aria Wicaksana yang dia tulis di id.quora.com, mengatakan bahwa mungkin di zaman dulu masyarakat kita belum mengenal sebutan untuk warna coklat dan menghubungkannya dengan merah. Warna coklat sendiri disebut coklat mungkin diasosiasikan dengan buah coklat yang populer beberapa lama setelah eksistensi gula merah, itulah mengapa disebut gula merah dan bukan gula coklat.
Pada awal kemunculannya, bahan baku untuk membuat gula merah hanya dari tebu. Dilansir dari laman facebook milik F. Rahardi, ia menuliskan bahwa teknik membuat gula merah dari tebu, ditemukan di India pada zaman kekaisaran Gupta (abad ke 5 SM). Belakangan gula merah juga dibuat dari air nira sadapan bunga jantan aren, kelapa, dan lontar. Dari India, kultur membuat gula ini merambah China, Arab, dan Asia Tenggara termasuk Kepulauan Nusantara. Pada abad-abad selanjutnya gula merah India dan Asia Tenggara, menjadi mata dagangan sangat penting di Timur Tengah, dan Eropa. Sebelumnya yang dikenal sebagai bahan pemanis di Timur Tengah hanya kurma dan madu. Budidaya tebu secara komersial untuk bahan gula merah, dimulai di China pada zaman Kaisar Taizong (599 –649), dari Dinasti Tang.
Ada perbedaan antara gula merah yang terbuat dari nira kelapa dan gula merah yang terbuat dari nira aren. Dari segi warna, gula merah dari kelapa memiliki warna yang cukup terang dan coklat kemerahan sedangkan yang terbuat dari nira aren, memiliki warna coklat yang lebih gelap. Dari tekstur, gula kelapa lebih padat dan keras dibandingkan dengan gula aren. Begitu pula dengan aromanya. Gula aren memiliki aroma yang lebih khas jika dibandingkan dengan gula kelapa.
Yang akan kita bahas kali ini adalah proses pembuatan gula merah kelapa berdasarkan penuturan dari Ibu Nirwana (18) yang memiliki rumah produksi gula merah kelapa, yang bertempat di desa Tabone, Polewali Mandar, SulBar.
Ibu Nirwana sendiri telah memproduksi gula merah kelapa selama 3 tahun. Di usianya yang masih terbilang cukup muda, ia memberanikan diri untuk membuka usaha produksi gula merah bersama dengan suaminya. Ia mengambil resep turun temurun dari keluarganya untuk memproduksi gula merah kelapa.
Menurut penuturannya, ia lebih memilih memproduksi gula merah dari nira kelapa daripada nira aren karena dewasa ini pohon aren semakin sulit ditemui. Karena jika dibandingkan kualitas dan harga, gula kelapa dan gula aren tidak jauh berbeda. Walaupun memang, dari segi kualitas gula aren lebih baik.
Proses pembuatan gula merah tidak sesulit seperti yang kita bayangkan. Bahan-bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan gula merah kelapa pun tidak sulit ditemukan. Yang membuat proses pembuatan gula merah terlihat sulit adalah karena lamaya proses pemasakan.
Bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan gula merah adalah nira kelapa dan rendaman batang pohon nangka dan kapur sirih. Mengapa ada rendaman pohon nangka? Jadi, diberikan sedikit rendaman batang pohon nangka dan kapur sirih untuk memberikan warna coklat yang diinginkan sehingga warnanya tidak pucat dan lebih menarik. Jadi, rendaman tersebut akan diberikan di batang nira yang akan dipanen, beberapa saat sebelum nira dibawa turun. Berikut proses pembuatan gula merah kelapa
- Nira yang sudah dipanen akan dibawa turun dari pohon kelapa
- Selanjutnya akan dimasak. Nira akan langsung dimasak segera setelah dipanen di atas tungku besar dan api yang besar pula. Nira tersebut tidak perlu diaduk. Yang diperhatikan hanyalah nyala apinya jangan sampai mati.
- Nira akan dimasak hingga menyusut dan mengental. Lama proses pemasakan nira ini hingga didapatkan kekentalan yang diinginkan berkisar antara 6 sampai 7 jam.
- Jika nira sudah mengental dan matang, selanjutnya disiapkan cetakan. Cetakan yang digunakan adalah cetakan yang terbuat dari batok kelapa yang telah dibelah dua. Ada dua jenis cetakan. Cetakan kecil dan cetakan besar untuk menyesuaikan harganya nanti. Jadi, nira akan dicetak ke dalamnya dan dibiarkan mengeras. Nira akan mengeras dalam waktu beberapa menit.
- Cetakan tersebut harus ditaruh di atas pasir seperti gambar, untuk mencegah tumpahnya gula merah yang masih cair.
- Jika semua gula merah sudah mengering, gula merah akan dikeluarkan dari cetakannya dan dibungkus sesuai dengan harga jual.
Ada yang berbeda dalam pemasakan gula merah produksi Ibu Nirwana ini. Jadi, di dalam tungku besar, akan diberi wadah dari anyaman bambu, untuk mencegah tumpahnya gula merah saat mendidih. Bisa dilihat pada gambar.
Ibu Nirwana memproduksi gula merah kelapa setiap hari. Dengan total jumlah produksi sekitar 17 Kg perhari. Lalu selanjutnya gula kelapa tersebut akan dijual dengan harga Rp. 6.000 untuk yang plastik kecil dan Rp. 15.000 untuk yang plastik besar. Namun, patokan harga ini tidak permanen. Karena harga jual juga akan mengikut harga pasar. Jika harga pasar menurun, maka harga jual gula merah Ibu Nirwana juga ikut menurun.
Target pemasaran gula merah kelapa Ibu Nirwana sendiri adalah pasar-pasar yang ada di Polewali Mandar. Namun, juga mengirimkan produksinya ke luar daerah seperti Mamasa jika ada yang memesan. Jadi, gula merah akan diantar ke pasar dalam karung-karung dan akan dibeli oleh penjual yang ada di pasar. Ibu Nirwana juga menjual gula merahnya kepada distributor yang ingin mendistribusikan gula merahnya.
Kendala yang dihadapi oleh Ibu Nirwana ada di penjualannya. Biasanya, jika gula merah sedang tidak laku-lakunya, akan semakin sulit mendistribusikan gula merahnya dan hampir jarang pembeli. Tidak jarang gula merahnya tidak laku terjual dan tertumpuk. Kendala yang lain adalah rusaknya gula merah, entah mencair atau hancur. Namun untuk kendala yang ini dapat disiasati dengan memasak ulang gula merah, karena gula merah juga memiliki kelebihan yaitu, tidak memiliki tanggal kadaluarsa. Selain itu, kendala yang dihadapi adalah jika datang musim penghujan. Akan sangat sulit mendapatkan kayu bakar untuk memasak nira kelapa. Dengan begitu, produksi akan mengeluarkan biaya yang lebih untuk pembelian kayu bakar.
Ibu Nirwana mengungkapkan bahwa, semenjak adanya pandemi Covid-19 dan sempat diberlakukan karantina wilayah, penjualannya menurun secara drastis. Apalagi, pada awal-awal pandemi aktivitas pasar induk sempat ditutup oleh pemerintah. Hal tersebut menyebabkan tertumpuknya produksi gula merah Ibu Nirwana. Bahkan ia juga mengungkapkan bahwa ia sempat hampir tidak memiliki pembeli. Yang membeli pun hanya via online, dan itu belum bisa menutupi jumlah produksi yang tertumpuk. Omzet perhari yang biasa didapatkan oleh Ibu Nirwana sekitar Rp. 200.000, namun sangat jauh berkurang saat masuk masa pandemi.
Pandemi Covid-19 memang sempat merugikan industri-industri kecil seperti milik Ibu Nirwana. Ia menuturkan bahwa sampai saat ini penjualannya belum pulih sepenuhnya. Produksi masih sering tertumpuk dan distributor pun masih jarang membeli. Harga gula merahnya juga sempat turun karena pendemi ini. Ia berusaha menutupi tertumpuknya jumlah produksi dengan menjual gula merahnya via online, namun hal tersebut juga belum efisien.