Oleh: Safardy Bora
ALHAMDULILLAH, di tengah riuhnya tantangan global dan keluh kesah pangan dunia yang tak kunjung usai, dari tanah Sulawesi Barat, kita menyaksikan seberkas cahaya muncul. Sebuah langkah berani, nyata, dan penuh harap ditempuh oleh Gubernur Sulbar, Dr. Suhardi Duka. Dalam rapat koordinasi yang digelar 17 Juli 2025, beliau bukan hanya menekankan urgensi perluasan area tanam, tetapi juga bersedia turun langsung menembus sekat-sekat administratif dan struktural demi membuka ruang kehidupan: sawah-sawah baru, pangan bagi rakyat.
Langkah Gubernur SDK memerintahkan Dinas Pertanian untuk tidak ragu mengajukan potensi cetak sawah meski berada dalam kawasan hutan lindung (selama tidak termasuk kawasan konservasi) patut diapresiasi sebagai upaya inovatif dan taktis. Di sinilah peran seorang pemimpin diuji—bukan semata mengelola regulasi, melainkan menavigasi jalan keluar dari keruwetan kebijakan demi kepentingan publik.
Namun demikian, agar langkah ini tidak menjadi letupan sesaat yang kehilangan arah, ada baiknya kita menimbang beberapa pendekatan strategis agar program cetak sawah berjalan dengan baik, lestari, dan berdaya guna:
- Pemetaan Potensi Berbasis Data Spasial dan Sosial Setiap wilayah memiliki riwayat ekologis dan sosialnya sendiri. Perlu pendekatan berbasis peta tutupan lahan (land cover) terkini, peta tanah, dan kerawanan bencana, dikombinasikan dengan data sosial—siapa yang akan mengolah, bagaimana sistem pengairannya, dan apa dampak sosialnya. Kementerian ATR/BPN, KLHK, dan BIG memiliki sumber daya data yang bisa disinergikan dengan Pemprov Sulbar.
- Revitalisasi Irigasi dan Inovasi Tata Air Mikro Cetak sawah tidak boleh dipisahkan dari soal air. Bukan sekadar membuka lahan, tapi membangun sistem pengairan yang sesuai dengan topografi Sulbar yang banyak berbukit dan berlembah. Teknologi embung kecil, pompanisasi tenaga surya, hingga sistem irigasi tetes untuk kawasan marginal dapat menjadi solusi alternatif.
- Kemitraan dengan TNI dan Perguruan Tinggi Cetak sawah pernah berhasil di masa lalu karena ada dukungan penuh dari TNI sebagai pelaksana di lapangan. Demikian pula, pelibatan perguruan tinggi seperti Unasman, Unsulbar, dan Polbangtan bisa memperkaya pendekatan dengan riset-riset inovatif dan pendampingan teknologi tepat guna.
- Transparansi dan Partisipasi Masyarakat Keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh seberapa dalam masyarakat diajak terlibat. Keterbukaan informasi, pendekatan musyawarah desa, dan pola bagi hasil yang adil akan membuat para petani merasa memiliki dan menjaga sawah barunya seperti menjaga anak sendiri.
- Diversifikasi Pangan Lokal Walau beras menjadi target utama, Gubernur SDK juga dapat menjadikan momentum ini sebagai jalan masuk untuk mengangkat kembali pangan lokal Sulbar: jagung gigi kuda, ubi, sorgum, sagu, dan talas. Ketahanan pangan bukan hanya soal stok beras, tetapi tentang keragaman sumber gizi.
Langkah Gubernur SDK sejatinya merupakan tanggapan serius terhadap tantangan besar Indonesia: food insecurity. FAO (2023) mencatat bahwa setidaknya 58 juta rakyat Indonesia berada dalam kondisi moderate food insecurity. Maka dari itu, langkah Sulbar mencetak sawah bukan sekadar proyek pertanian, melainkan strategi peradaban: mempertahankan kedaulatan bangsa dari ancaman lapar.
Dan di akhir renungan, kita kembali pada satu hikmah: tanah yang subur tidak hanya diukur dari tingkat kesuburan lahannya, tetapi dari keberanian pemimpinnya menanam harapan di tengah sempitnya kemungkinan.
Teruskan, Gubernur SDK. Sulbar sedang menanam masa depannya.
Salam Dari Kaltim