Hal menarik dari rangkaian perayaan maulid di Mandar itu adalah Pappatamma’ atau Khataman Quran bagi anak-anak yang diarak keliling kampung dengan menggunakan Sayyang Pattu’du’ atau kuda menari. Tak hanya itu, bagi masyarakat yang ada di Desa Bala sampai Galung Tulu’, setiap tahun merayakan maulid layaknya merayakan dua hari raya,yakni Idul Fitri dan Idul Adha, bahkan lebih meriah dari hari lebaran.
Jika mereka mengadakan maulidan, setiap rumah pasti tersedia sajian makanan khas Mandar yang diperuntukkan bagi siapa saja yang masuk kerumah warga pada hari itu.
Cerita tentang Maulid itu kami sampaikan kepada rombongan peneliti BRIN dan ternyata membuat mereka tertarik. Kebetulan pada saat kami riset di Pelabuhan Galetto, Galung Tuluk sedang memperingati Maulid sehingga rombongan diajak untuk mengikuti rangkaian acara disana.
Tentu saja mereka senang mengikutinya, karena meski suatu saat kembali ke Mandar, belum tentu mereka mendapatkan momentum peringatan maulid seperti tahun ini. Prkatis, pada hari itu tak ada kegiatan riset di lapangan setelah sholat dhuhur.
Dirman Tammangalle menjadi pemandu untuk mengatur rumah siapa yang akan ditempati oleh rombongan penlliti. Termasuk bertanggung jawab untuk mengatur acara peliputan di area pelaksanaan maulid.
Penulis sendiri hanya menemani mereka saat makan, setelah itu mereka berhamburan keluar untuk mendokumentasi parade sayyang pattu’du’ yang membuat Jalan Trans Sulawesi macet total, Penulis sendiri pamit lebih dahulu untuk pulang ke Campalagian.
(BERSAMBUNG)
(Tulisan ini dibuat sebelum Alm. Abdullah meninggal pada Senin, 3 November 2022 (lihat psotingan di laman facebook Adil Tambono).
: redaksi@mandarnesia.com