Tantangan Regenerasi Petani di Sulawesi Barat

Oquie Yovy, S.E., M.Ec.Dev. (Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Mamuju)
Oquie Yovy, S.E., M.Ec.Dev. (Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Mamuju)

Oleh: Oquie Yovy, S.E., M.Ec.Dev. (Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Mamuju)

Potensi Sektor Pertanian di Sulawesi Barat

Sulawesi Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kondisi geografis dan sumber daya alam yang sangat cocok bagi sektor pertanian. Hampir semua potensi sektor pertanian dimiliki oleh provinsi ini, mulai dari sektor perikanan dengan garis Pantai yang cukup panjang, lahan pertanian yang masih cukup luas untuk kegiatan budidaya, peternakan, serta hasil subsektor kehutanan yang melimpah. Selain potensi sumber daya tersebut, faktor alam lainnya yaitu sebagian besar wilayah di Sulawesi Barat memiliki curah hujan yang relatif tinggi dibandingkan dengan beberapa wilayah lain di Indonesia.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian masih menjadi yang tertinggi di Sulawesi Barat. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional bulan Februari 2023 tercatat sektor ini mampu menyerap sekitar 45,11 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Sulawesi Barat. Daya serap tenaga kerja yang cukup tinggi ini selaras dengan kontribusi sektor pertanian terhadap perkonomian sulbar yang mencapai 45,78 persen pada triwulan III tahun 2023. Dari kedua indikator tersebut sudah sangat jelas bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor unggulan yang cukup besar perannya dalam perekonomian masyarakan di Sulawesi Barat. Mengingat perannya tersebut maka menjadi sebuah keniscayaan untuk selalu menjaga terus eksistensi sektor petanian di Sulawesi barat.

Untuk mengukur keberlanjutan sektor pertanian, maka pendekatan yang paling relevan digunakan yaitu umur pelaku usaha pertanian di Sulawesi Barat. Variabel ini merupakan proxy yang paling tepat dalam melihat sejauh mana regenerasi dan keberlanjutan sektor ini di masa yang akan datang. Semakin banyak petani usia muda yang menjadi pelaku utama dalam sektor ini tentunya merupakan sinyal positif dalam hal keberlangsungan sektor pertanian. Begitu pula sebaliknya, apabila komposisi umur penduduk yang bergerak di sektor pertanian mayoritas berada di kelompok umur tua, maka boleh jadi ini merupakan pertanda bahwa proses regenerasi petani harus segera diintervensi.

Kondisi Terkini Demografi Petani Sulbar

Pada tanggal 4 Desember 2023 Badan Pusat Statistik secara serentak melakukan rilis data terkait hasil Sensus Pertanian yang telah dilakukan pada pertengahan tahun 2023. Banyak indikator-indikator strategis yang dihasilkan dan dirilis oleh BPS. Salah satunya yaitu kondisi demografi petani di Indonesia, yaitu jumlah pengelola usaha pertanian perorangan menurut kelompok umur. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS Provinsi Sulawesi Barat, kelompok umur petani pengelola usaha pertanian perorangan masih didominasi oleh kelompok umur 35 tahun ke atas dengan proporsi sebesar 82,54 persen. Dari jumlah tersebut paling banyak berada pada rentang umur 45-54 tahun dan 35-44 dengan persentase masing-masing sebesar 28,92 dan 25,74 persen. Sedangkan untuk umur 35 tahun ke bawah hanya berkisar 17,46 persen, bahkan petani dengan rentang umur 15-24 tahun yang merupakan cikal bakal penerus pertanian dalam 20 hingga 30 tahun kedepan hanya sebesar 3,01 persen. Petani dengan kelompok umur 35-44 tahun boleh jadi masih produktif dalam masa 20 tahun kedepan, namun untuk kelompok umur 45 tahun keatas sudah dipastikan tidak akan produktif lagi mengingat faktor usia yang sangat mempengaruhi produktifitas kerja.

Dari data jumlah petani menurut kelompok umur ini tentunya akan sangat mengkhawatirkan apabila tidak segera dilakukan upaya-upaya dalam rangka menarik minat angkatan kerja muda untuk bisa melirik dan masuk sebagai pelaku utama penggerak sektor pertanian di Sulawesi Barat. Apabila dibiarkan terus menerus tanpa ada upaya khusus maka, boleh jadi dalam 20 hingga 30 tahun kedepan, akan jarang lagi ditemukan petani yang membajak sawah, petani yang sedang panen sawit atau nelayan yang setiap pagi pulang membawa ikan hasil tangkapan dari laut.

Kebutuhan Pangan yang terus meningkat

Peningkatan jumlah penduduk tiap tahun berbanding lurus dengan kebutuhan pangan di Masyarakat. Berdasarkan data hasil proyeksi penduduk Sulawesi Barat, diperkirakan pada tahun 2035 penduduk di Sulawesi barat berjumlah sekitar 1.737.880 jiwa. Jumlah ini meningkat sebesar 22,85 persen dalam jangka waktu 15 tahun dimana pada tahun 2020 penduduk di Sulawesi Barat sebesar 1.414.580 jiwa. Penambahan jumlah penduduk ini tentunya harus dibarengi dengan strategi penyiapan kebutuhan pangan yang baik agar tidak terjadi kelangkaan atau peningkatan harga sebagai akibat kelangkaan sumber pangan tersebut. Apabila kondisi ini terus berlanjut maka boleh jadi Sulawesi Barat hanya akan menjadi pasar produk pangan wilayah tetangga yang memiliki stok dan produksi pangan yang lebih besar. Alih-alih menjadi daerah penyangga ibukota dalam penyediaan pangan, justru hanya akan menjadi penonton dan pasar dalam penyediaan bahan pangan.

Apa yang masih bisa dilakukan?

Pertama, Daya tarik sektor pertanian harus lebih ditingkatkan lagi dengan membangun komunitas petani-petani milenial. Berilah ruang kepada mereka dalam melakukan modernisasi budidaya pertanian. Apabila diperlukan pemerintah dapat memberikan insentif terhadap petani yang berhasil membangun komoditas baru dalam kegiatan modernisasi pertanian di wilayah masing-masing.

Kedua, Ciptakan pasar bagi para petani dalam memasarkan hasil pertanian yang mereka geluti. Kepastian pasar tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi petani dalam melakukan budidaya tanaman. Dengan adanya kejelasan pasar, maka petani sudah bisa memetakan seberapa besar biaya dan hasil yang akan mereka dapatkan dari hasil pertaniannya. Petani tidak perlu risau lagi dengan fluktuasi harga hasil pertanian yang tidak jarang justru mengakibatkan petani mengalami kerugian.

Ketiga, bangun pola kemitraan dengan industri-industri pengolahan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Business to Business merupakan suatu keniscayaan saat ini, selain lebih efisien juga akan melatih sikap profesionalisme petani. Hal ini tentunya akan menguntungkan kedua belah pihak, pihak pertama yaitu petani sudah memiliki kepastian kemana nanti hasil produksinya dijual, pihak kedua yaitu industri pengolahan akan jelas pula pasokan bahan baku yang akan mereka olah menjadi barang jadi maupun setengah jadi yang siap untuk dipasarkan.

Keempat, Penyediaan “storage” atau penyimpanan hasil pertanian sebagai prasarana pendukung pasca panen sektor pertanian. Peran ini seyogyanya dikoordinasikan oleh pemerintah melalui BUMN/BUMD yang berada di wilayah provinsi/kabupaten masing-masing. Penyimpan ini tentunya sangat penting sekali untuk menjaga stok ketersediaan setiap jenis komoditas pertanian dan juga menjaga pasokan agar harga bisa lebih stabil. Para nelayan misalnya tak perlu lagi harus segera menjual ikan hasil tangkapannya yang banyak dengan harga kecil sebab takut apabila tidak segera laku, maka ikannya akan rusak, dengan adanya cold storage, maka ikan hasil penangkapan bisa lebih awet dan tahan lama. Hal ini berlaku untuk tiap subsektor pertanian yang ada.

Beberapa kebijakan di atas diharapkan mampu menambah motivasi para petani untuk bisa memacu lagi produktifitasnya usaha budidayanya. Selain itu juga, pendapatan petani diharapkan bisa lebih tinggi dari yang ada saat ini sebagai akibat stabilitas harga, kejelasan prasarana, dan pasar. Hal ini tentunya akan menarik minat para angkatan kerja usia muda, baik yang belum bekerja ataupun sudah bekerja namun masih belum cocok dengan fashion-nya sehingga belum optimal dalam hal produktifitas untuk memilih sektor pertanian sebagai lapangan usaha utama yang akan mereka geluti. Dengan semakin banyaknya peran pekerja usia muda masuk dan berperan aktif di sekot ini, maka pada akhirnya kedaulatan pangan di Sulawesi Barat akan bisa diraih dan Regenerasi Petani juga terjaga. Wallahu a’alam bishawab.