Reporter: Sudirman Syarif
MAMUJU, mandarnesia.com — Keempat oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terduga pemerasan kepala desa hingga ratusan juta ditahan pihak berwajib. Mereka menggunakan masker penutup wajah dan baju tahanan saat konferensi pers di Kantor Polres Majene.
Tiga pelaku merupakan warga Banggae,/Kabupaten Majene yang bekerja sebagai wiraswasta, sementara satu lainnya honorer di Dinas Kesehatan Kabupaten Majene.
Dari keterangan polisi, sebagian barang bukti telah berhasil diamankan. Namun polisi sedang mencari kuitansi pembayaran jumlahnya Rp199.850.000 yang diserahkan perangkat desa, korban dalam kasus yang terjadi di Bulan Agustus ini.
Kasus ini berawal saat ditemukannya dugaan tindak pidana korupsi penggunaan ADD dan DD di Desa Bababulo, Kecamatan Pamboang, Majene tahun 2018 yang diduga dilakukan perangkat desa.
Beberapa LSM kemudian menemui perangkat desa untuk menyelesaikan kasus tersebut. Pertemuan beberapa kali dilakukan di tempat yang berbeda.
“Agustus tahun 2019 LSM ini meminta uang Rp200 juta kepada aparat desa dengan alasan untuk biaya menyelesaikan kasus dan akan diberikan kepada pejabat di Polda Sulbar dan Polres Majene. Kemudian uang Rp199.850.000 diserahkan,” kata Kapolres Majene AKBP Irawan Banuaji, Rabu (18/12/2019).
Perangkat Desa Bababulo menyerahkan uang tunai senilai 199.850.000, kepada oknum LSM di sebuah halte di Majene. Dari hasil penyidikan oknum LSM diduga kuat melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang melanggar hukum untuk merintangi, menghalangi atau menggagalkan penyidikan tindak pidana korupsi Pengelolaan ADD dan DD yang ditangani Unit Tipidkor Sat. Reskrim Polres Majene.
“Salah satu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oknum LSM tersebut seperti memerintahkan beberapa saksi dalam kasus korupsi pengelolaan ADD, dan DD untuk tidak menghadiri panggilan pemeriksaan penyidik, itu terkuat saat salah seorang saksi menyatakan bahwa alasan tidak menghadiri panggilan penyidik perintah oknum LSM yang mengakibatkan penyidik sulit menemukan bukti-bukti,” jelas Kapolres Majene.
Mereka dijerat Pasal 21 Jo Pasal 15 UU No. 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara minimal 3 tahun maksimal 7 tahun dan denda paling sedikit Rp150 juta paling banyak Rp600 Juta.
Tampan LSM yang Peras Perangkat Desa Hingga Ratusan Juta
Reporter: Sudirman Syarif
MAMUJU, mandarnesia.com — Keempat oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terduga pemerasan kepala desa hingga ratusan juta ditahan pihak berwajib. Mereka menggunakan masker penutup wajah dan baju tahanan saat konferensi pers di Kantor Polres Majene.
Tiga pelaku merupakan warga Banggae, Kabupaten Majene yang bekerja sebagai wiraswasta, sementara satu lainnya honorer di Dinas Kesehatan Kabupaten Majene.
Dari keterangan polisi, sebagian barang bukti telah berhasil diamankan. Namun polisi sedang mencari kuitansi pembayaran jumlahnya Rp199.850.000 yang diserahkan perangkat desa, korban dalam kasus yang terjadi di Bulan Agustus ini.
Berawal saat ditemukannya dugaan tindak pidana korupsi penggunaan ADD dan DD di Desa Bababulo, Kecamatan Pamboang, Majene tahun 2018 yang diduga dilakukan perangkat desa.
Beberapa LSM kemudian menemui perangkat desa untuk menyelesaikan kasus tersebut. Pertemuan beberapa kali dilakukan di tempat berbeda.
“Agustus tahun 2019 LSM ini meminta uang Rp200 juta kepada aparat desa dengan alasan untuk biaya menyelesaikan kasus dan akan diberikan kepada pejabat di Polda Sulbar dan Polres Majene. Kemudian uang Rp199.850.000 diserahkan,” kata Kapolres Majene AKBP Irawan Banuaji, Rabu (18/12/2019).
Perangkat Desa Bababulo menyerahkan uang tunai senilai 199.850.000, kepada oknum LSM di sebuah halte di Majene. Dari hasil penyidikan oknum LSM diduga kuat melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang melanggar hukum untuk merintangi, menghalangi atau menggagalkan penyidikan tindak pidana korupsi ditangani Unit Tipidkor Sat. Reskrim Polres Majene.
“Salah satu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oknum LSM tersebut seperti memerintahkan beberapa saksi dalam kasus korupsi pengelolaan ADD, dan DD untuk tidak menghadiri panggilan pemeriksaan penyidik. Itu terkuat saat saksi menyatakan alasan tidak menghadiri panggilan penyidik karena perintah LSM yang mengakibatkan penyidik sulit menemukan bukti-bukti,” jelas Irawan.
Mereka dijerat Pasal 21 Jo Pasal 15 UU No. 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara minimal 3 tahun maksimal 7 tahun dan denda paling sedikit Rp150 juta paling banyak Rp600 juta.