Oleh Adi Arwan Alimin
Tahun 1999. Dan tahun-tahun sebelum itu. Telah mengular dan menyeruak pada nadi dan nalar para penggagas untuk sebuah kemerdekaan bangsa. Ya, sebuah bangsa bernama Mandar yang melingkupi tanah-tanah, yang berdiri di batas gunung-gemunung, pantai-pantai, ceruk tebing menganga, muara dan hulu, bahasa yang majemuk, dari ujung jazirah di Paku hingga batas di Utara, Suremana.
Tahun 1999. Dan tahun-tahun sebelum itu. Bentang alam ini telah merangkai sebuah lanskap negeri yang merdeka, sebab sejak mula dahulu berdaulat. Pada 10 November 1999 sebuah bendera Merah Putih dikerek ke ujung tiang tanpa temali. Di Galung Lombok pekik perpisahan dengan induk semang ditabuh dalam genderang di dada para pejuang. Di sana ada Maraqdia yang memimpin keberanian para lelaki pemberani. Di atas maklumat yang mereka tahu membenturi dinding angkara.
Tahun 1999. Dan tahun-tahun sebelum itu. Gelombang pun datang silih berganti. Melewati pundak pejuang yang letih dengan mata yang nanar. Kesangsian dan olok-olok antara mereka yang begitu yakin, dan yang tidak pernah kehabisan kata-kata menyemburkan luka-luka. Tetapi seluruh renik pejuang itu telah lama kebal dari bebalnya pikiran. Urat-urat mereka pun putus melindap dalam harapan-harapan penuh.
Tahun 1999 dan setelah itu. Ketika luka-luka itu masih basah air mata. Bila tangis dan doa-doa pejuang pada malam-malam yang sunyi. Tatkala harapan itu pupus digerus perjalanan yang memalung debik semangat mereka. Selagi tumpah ruah serapah itu bagai jenggala dalam kebuntuan perjuangan.
Kabar baik itu pun datang. Ketuk palu di Nusantara IV Senayan itu memecah gelegak yang hampir tak. Orang-orang bersorak gembira bukan main termasuk yang tak. Orang-orang melompat kegirangan juga yang tak. Wajah tersungkur mencium lantai dan tanah sebagai rasa syukur, yang tak, diam-diam merapikan hatinya.
Tahun 2004. Tahun-tahun yang sudah. Telah belasan tahun bilangan tahun yang hampir menahun begitu saja. Tahun-tahun yang bagi Tuhan begitu amat mudah. Tahun tahun yang telah bertarikh belasan. Tahun tahun yang ulang tahunnya selalu menyisakan derai sesal. Ada yang lupa atau dilupakan. Ada yang melupa atau pura-pura melupakan. Ada pula yang terus melawan lupa.
Tahun 2004. Sementara seorang demi seorang pejuangmu berpulang. Selagi mereka banyak yang ramai-ramai dalam menggapai kuasa. Kala sejumlah pejuangmu masih mengepalkan tangan. Ketika belasan pejuangmu telah pergi. Pada bentang hari, pekan, bulan dan tahun terus dirayakan dirgahayu semerbak melati.
Tahun 2018. Dan tahun tahun itu. Berlalulah apa yang berlalu. Hari ini dalam sengau yang mulai parau masih tertanam cinta yang sama bagimu. Walau luka-luka yang pernah ditoreh tak lagi seperih dahulu. Tahun tahun yang melepuhkan harapan. Bagaimana bisa orang-orang itu mulai bagak. Lupa belajar. Atau tak membaca buku sejarah.
Ini syair. Tanda cinta. Mandar. Sulawesi Barat.
Jakarta-Mamuju
24/9/2004 – 24/9/2018
Sumber: FB Adi Arwan Alimin Mandar