Oleh: Rahmat Muchtar
Sebagai salah satu provinsi termuda di Indonesia, Sulawesi Barat yang hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2004, mempunyai kesempatan luar biasa guna mendisain, menata dan mengembangkan pembangunan ruang publik kota berlandaskan pada keunggulan kearifan budaya daerah sebagai karakteristik tersendiri yang membedakan tampilan budaya lainnya. Kekayaan serta ragam budaya pada masing-masing kabupaten
Kesenian sebagai bagian unsur kebudayaan, terkhusus pada ranah seni rupa, mempunyai berbagai jenis bentuk baik itu seni rupa murni dan terapan yakni lukis, patung, grafis, kriya, keramik, disain visual, unsur pada arsitektur, kain tenun/tekstil serta interior. Bila kita telisik dari berbagai tampilan visual yang selama ini kita jumpai pada event-event pameran, gelar budaya serta destinasi wisata ditiap kabupaten, sangat terang bahwa kebudayaan masyarakat di Sulawesi Barat begitu akrab dengan karya seni rupa.
Contoh pada karya kriya dan patung kayu di mamasa, arsitektur rumah panggung tradisional, banua sibatang Kalumpang, banua layuk Mamasa yang masing-masing mempunyai kekhasan tersendiri. Karya pada motif tenun sambu, tenun sutra serta tenun ikat sekomandi, karya-karya gerabah, ukir pada batu nisan, pusaka, rumah, serta hasil karya seni rupa modern dalam bentuk lukisan dan patung yang dihasilkan oleh para seniman di Sulawesi Barat.
Dari berbagai khazanah seni rupa yang ada disekitar kita baik tradisional maupun modern dan jenisnya, serta hubungannya dengan ruang publik kota, sangat membutuhkan apresiasi yang serius dan nyata dalam penggodokan kebijakan pembangunan sebagai kota yang mempunyai akar pijakan memori budaya masa silam. Sisi lain dari apresiasi yang merupakan molekul penting dalam seni rupa sebab menjadi semacam bentuk ruang komunikasi timbal balik antara pelaku seni dan penikmat. Kurang bahkan miskinnya kolaborasi aktif dan apresiasi akan berdampak negatif pada kelestarian serta perkembangan seni rupa secara umum itu sendiri.
Ruang publik kota yang memiliki potensi besar menciptakan dialektika sehat bagi warga, akan merasa sangat terwakili secara emosional dan budaya bila karya-karya visual yang mencerahkan mata dan teduhkan hati melihatnya, merupakan memori budayanya. Tidak serta merta selalu terhegemoni dengan visual budaya lain yang dapat membuat budaya kita merasa minder dan tak kokoh bersanding perkembangan luar. Termasuk pada ruang publik Bandara Tampa Padang kini dan ke depan sebagai pintu masuk lewat jalur udara, langsung menangkap suatu ciri arsitek bahwa ini kita sudah di daerah Sulbar, souvenir dan cinderamata yang khas, hiasan lukisan, potografi, ukiran dll yang kesemuanya menjadi sugesti budaya dan spiritual guna terksesan lebih dalam bagi masyarakat dan tamu luar.
Ruang publik di arena hotel, pasar swalayan, kantor pemerintahan bisa dengan mudah menciptakan komunikasi visual sekaligus sebagai promosi wisata dengan memajang karya-karya lukis, potografi, kriya, patung seniman yang mengekplorasi tema keindahan alam Sulbar, flora & fauna serta aksi budaya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi dan rancangan yang dapat menangkap kolerasi nyata antara daya kontrbusi seni rupa dengan kualitas ruang publik kota, sehingga masyarakat dapat dengan mudah dan merasa bahagia menikmati karya seni, yang tidak hanya dihadirkan pada tataran hiburan semata, tidak hanya pada event-event tahunan yang mudah menguap membuatnya terjebak pada seremonial saja. Namun dapat dinikmati setiap saat rehat dalam aktivitas kehidupan yang selalu mendambakan vibrasi kebahagiaan.