: bagi Marhalim, Jengki, Iyut Fitra dll.
malam telah luruh ke rerumputan
ketika kita menuangnya perlahan kedalam gelas
dan cangkir-cangkir subuh yang menggigil.
Kantuk tak datang menyergap kita kala itu. Tapi kutahu
di mata Jengki telah bermimpi seorang perempuan,
sebagaimana puisinya: “impian usai”, meski tak begitu di mata Marhalim.
Ia hanya jatuh cinta pada bulan, sebab telah ia janjikan dalam sajak-sajaknya:
“Sepasang Bulan Segantang Bintang”. Tetapi di mata Iyut tak bicara perempuan,
ia tak jatuh cinta pada bulan atau malam, lantaran cinta
telah meranggaskan seluruh isi dadanya di Yogya, yah di Yogya
yang kini mengantarmu berjalan ke dalam malam-malam yang pekat.
kawanku, Iyut, Jengki dan Marhalim
tak kutahu apa yang mesti kita rindu dan impikan di malam kelam begini.
Sementara ibuku-ibumu jauh di negeri entah
dan malam ini, kita terduduk di sini, menanti rindu yang tak padam-padam
cinta yang tak legam dan tak terbayarkan.
kawanku, pulanglah ¡ pulanglah pada rumah cintamu sendiri,
melancong ke dalam diri sendiri, yang tak nampak ranah tanah tepinya.
/2011
Sekilas Tentang Penulis:
Bustan Basir Maras, bekerja sebagai pengajar di dua universitas di Yogyakarta, chief editor Goeboek Indonesia-Annora Media Group, membina sejumlah komunitas di Yogyakarta dan Mandar-Sulbar. Sajaknya dimuat di sejumlah media lokal dan nasional. Beberapa bukunya yang sudah terbit, antara lain Mata Air Mata Darah (Puisi), Negeri Anak Mandar (puisi), Damarcinna dan Ziarah Mandar (kumpulan cerpen), Paqbandangang-Peppio (catatan etnografi) dan lain-lain. Pendidikan terkhirnya ia selesaikan di Pascasarjana, Jur. Antropologi, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Email: annoramedia@ymail.com.