Oleh: Nurhaeni, Mahasiswa Unasman
Judul Buku: Demi Allah Aku Mencintaimu; Penulis; Dini Komandoko; Jumlah Halaman: 172;
Penerbit: Mutiara Media; Tahun Terbit: 2015
Novel berjudul Demi Allah Aku Mencintaimu adalah merupakan kisah seorang perempuan yang memiliki hidung mancung, mata bulat dengan bulu mata lentik, serta dua lesung pipi. Anora Uli berdiri di barisan yang di berinama’Barisan Rodi’ oleh murid-murid sekolahnya. Kenapa disebut seperti itu? Karna barisan itu diisi oleh murid- murid yang datang terlambat. Dan mereka diwajibkan mengangkat satu kaki dan memengang telinganya selama jam upacara!
Tiba-tiba handphone di saku rok seragam abu-abu Uli bergetar. Sebelum merogoh sakunya, Uli menyempatkan menengok ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada guru yang melihatnya. Setelah dirasakan cukup aman, barulah dia mengeluarkan benda itu dan membaca pesannya yang baru masuk. Pesan itu dari Remi pacar Uli, dengan acuh Uli memasukkan kembali handphone ke saku rok.
Pulang sekolah Uli bersama Dheka dan Tyas berkunjung di pusat kota Yogyakarta, Malioboro yang menjadi salah satu tempat tersering dikunjungi wisatawan domestik atau pun mancanegara. Kesanalah Uli membawa dua sahabatnya mengendarai mobil pink kesayangannya, di salah satu tempat makan di pusat keramaian Malioboro.
Siang itu mereka membahas tentang laki laki yang sangat mudah meninggalkan, seperti ayah Uli yang telah meninggalkannya sejak kecil tanpa dia tahu.
Selang beberapa saat, Dheka berusaha mencairkan keadaan. Dheka membahas cowok yang ada di sekolah, yang telah membuat Tya naksir dari dulu. Cowok itu adalah Juan, ganteng plus pintar yang fansnya malu-malu kucing melihatnya, dia anak kelas 3 IPA 1 yang kelas dua kemarin jadi murid pertukaran di AMRIK. Ketika mendengar perkataan dari Dheka Uli semakin penasaran. Siapa sih cowok itu? Sehebat apa sih dia?
Semangat Uli pagi itu membara. Apalagi kalau bukan karena percakapan Dheka dan Tyas kemarin siang tentang sosok Juan. Hari ini di sekolah, rencananya Uli akan mencari informasi tentang Juan. Uli memutuskan berdandan ala kasual. Rambut nya diikat ekor kuda dan poninya yang jatuh tepat di atas alisnya. Jarum jam menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh menit ketika Uli sampai di kelasnya.
Uli bermaksud langsung datang ke kelas 3 IPA 1. Saat yang Uli tunggu-tunggu telah tiba! Saat Juan berbalik untuk masuk ke kelas. Lelaki berbadan tegap itu tanpa dewasa dan santun. Tatapan matanya tajam. Garis wajahnya sempurna. Dari jarak beberapa meter saja Uli sudah bisa mendapatkan detail sempurna dari Juan. Jam istirahat kedua Uli bergegas menuju ke musala sekolah untuk menemuai Juan dan ingin menembak Juan, tetapi Uli tidak berhasil. Baru kali ini dai ditolak cowok.
Pagi itu SMA Harapan digemparkan oleh perubahan seseorang. Anora Uli menggunakan Jilbab! Padahal Uli terkenal dengan sifat hura-huranya, kemewahannya dan terkesan bebas. Rencana Uli hari ini akan mengikuti salat berjamaah. Agar Juan melihatnya dan setelah itu, dia akan menemuinya. Uli menanti-nanti jam istirahat kedua datang. Sampai-sampai selama jam pelajaran di otak Uli hanya menyusun rencana penembakan Juan yang akan dilakukan.
Sesampainya di musala Uli mengambil air wudu, lalu melaksakan salat zuhur berjamaah. Selesai salat Uli bertemu Juan di selasar musala. Uli mengungkapkan perasaannya kepada Juan, namun Juan tetap menolaknya. “Ada salah satu yang harus kamu lakukan ketika kamu mencintai seseorang” kata Juan kepada Uli.
“hmm?”
“Cintai Allah dulu.”
Kini mulut Uli benar-benar terkunci.
Ujian sekolah telah datang.
Paginya, Uli sudah siap menggunakan seragam lengkap saat jam menunjukkan pukul enam pagi. Kini dia duduk di meja makan berdua dengan sang mama. Pagi itu Uli dan mamanya membahas beasiswa yang ada disekolah Uli. Uli sangat berharap bisa mendapatkan. Minggu ini terasa agak berat baginya. Rutinitas begitu menyita waktu dan pikirannya.
Sampai tak terasa, Uli sudah berada di hari terakhir ujian. Teeett! Teeeet! Teeeet! Suara bel yang keluar dari speaker di masing-masing kelas yang menandakan ujian telah habis berbunyi. Uli menghembuskan nafas lega. Apalagi melihat jawaban ujian yang telah selesai sejak setengah jam yang lalu. Buru-buru Uli bangkit dari kursinya dan keluar kelas, menemui dua sahabatnya,
Malamnya di rumah, Uli tak kuasa menahan perasaan sedihnya. Ada dua hal penting yang akan terjadi hari ini. Pertama, perpisahan anak-anak kelas tiga. Dan yang kedua, pengumuman siapa saja yang dicalonkan sekolah untuk mendapat beasiswa ke perguruan tinggi. Untuk hal pertama jelas Uli amat sangat tidak menunggu. Tapi doa Uli tak henti untuk kesuksesan hal kedua.
Sebelum perpisahan Uli memilih untuk bertemu dengan Juan. Uli dan Juan bertemu di halaman rumah kecil penjaga sekolah. Juan tersenyum. Uli benar-benar bisa melihat senyuman manis itu. Wajah yang penuh dengan ketulusan kedamaian itu. Dan kegalauan yang Uli rasakan perlahan hilang dan berganti dengan perasaan rela.
Jodoh itu rahasia tuhan. Gue nggak bisa mempertahankan perasaan gue ke dia. Mungkin dia bukan jodoh gue. Gue harus ikhlas, bisik hati Uli.
Uli melihat puluhan pasang mata yang duduk di kursi penonton. Di sampingnya ada Nabila, adik angkatnya di jurusan kedokteran salah satu perguruan tinggi swasta Yogyakarta yang tak hentinya menawarkan Uli untuk meneguk air yang sudah disiapkan di hadapan mereka. Uli mengangguk tapi tidak segera mengambil air putih itu. Sebenarnya dalam hati Uli sibuk menghafalkan surat Al-Fatihah, agar hatinya tenang.
Tak percaya setelah beberapa kali diberi kepercayaan untuk mengedit sana-sini akhirnya buku itu di terbitkan juga. Ternyata cukup mendapat respon yang baik dari pembaca buku kalangan SMA sampai perguruan tinggi. Suatu anugerah yang membuat Uli tak henti-henti mengucap syukur kepada Allah SWT. Acara berlangsung selama dua jam lebih, sebagai penutup Uli membuka diri untuk siapa saja yang ingin berbagi atau yang meminta pendapat.
Keesokan harinya, sebuah kabar layak petir di siang bolong. Uli mendapat kabar gembira dari sang mama. Di hari ini akan ada seseorang yang mengajak Uli Ta’aruf. Entah mengapa dia tidak bisa menahan air mata turun di pipinya. Dari sudut matanya, Uli melihat khaligrafi yang terpajang manis di kamarnya, pemberian dari Juan enam tahun silam, di situlah hari terakhir mereka bertemu.
Hingga tiba saatnya.
Sebuah mobil berhenti di depan rumah Uli. Mama Uli menyuruh masuk di kamar dan keluar ketika sudah dipanggil. Uli langsung menurutinya. Baju terusan panjang yang dikenahkan Uli membuat tampak menawan. Tidak ada sedikit pun make up yang menghias wajah cantiknya. Tapi tak mengurangi kecantikan wajah Uli sendiri. Uli percaya itu kehebatan air wudu yang digunakan lima kali sehari.
Dengan gandengan sang mama, Uli menguatkan langkah keluar kamar. Tak banyak berharap dari pertemuan ini. Dia ingin menyelesaikan pertemuan ini, menolak dan berniat mencari Juan. Dan ternyata yang datang mengajak Uli Ta’aruf ialah Juan yang selama ini dipikirkan. Di hari itu keluarga Juan belum mendapat jawaban pasti dari Uli. Sesuai kesepakatan, hari Minggu depan akan datang kembali meminta jawaban dari Uli.
Sehari sebelum perjanjian Juan datang ke rumahnya. Uli mengisi harinya dengan mengikuti pengajian rutin di almamaternya. Walaupun sudah lulus, Uli tetap datang berkunjung. Uli mempercepat langkahnya menujuh musala, tiba-tiba Uli menabrak seseorang di hadapannya yang tidak lain adalah Juan. Juan mengangguk sembari tersenyum dan bertanya kepada Uli tentang Ta’aruf yang Juan ajukan kedapanya. Uli menjawab dengan hati senang “Uli mau kak, bahkan Uli siap untuk menikah”. Setelah itu, Juan memberikan sebuah bungkusan berwarna merah ke Uli dan ternyata isi adalah jilbab.