JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora Fahri Hamzah mengklaim, dalam sejarahnya, bangsa Indonesia tidak pernah merancang dan membangun ibu kota negara (IKN), termasuk Jakarta. Fahri mencontohkan, Istana Negara adalah bangunan peninggalan Kolonial Belanda.
Demikian juga Gedung DPR/MPR yang sebenarnya adalah Gedung CONEFO yang dibangun Bung Karno.
“Pemindahan IKN adalah ide besar yang memerlukan penjelasan atau narasi yang komprehensif. Jika tidak, penuntasan ide besar tersebut akan terhambat,” ujar Fahri dalam Webinar Moya Institute bertajuk ‘Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Nusantara’ di Moya Coffee & Kitchen, Jakarta, Jumat (18/2/2022).
Menurut Fahri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menggagas pemindahan IKN terlihat spontan, walau sudah terencana dengan baik. Karena itu, diperlukan para penutur serta pembela RI 1 untuk membela gagasan besar tersebut.
Fahri mengingatkan, yang dilakukan terhadap IKN baru bernama Nusantara, sejatinya tidak sekadar membangun kota biasa. Tapi, membangun ‘wajah’ negara, yang mencerminkan Indonesia sebagai negara kepulauan dan mencakup memori sejarah nasional.
“Seharusnya, pembangunan ibu kota negara baru itu tidak lah sama. Ibu kota negara baru ini harus berbasiskan pada ide besar tentang Indonesia, yang bisa diceritakan pada dunia. Harus ada ide besar dan narasi yang baik dan tepat, untuk mengajak bangsa ini bersepakat memindahkan ibu kota negara nya,” ujar Fahri.
Eks Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Andrinof Achir Chaniago menjelaskan, pemindahan IKN merupakan wujud dari upaya transformasi Indonesia.
Dia menyebut, kota besar di Pulau Jawa pada umumnya adalah kota yang kualitasnya tak bertambah karena kepadatan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun.
Tekanan jumlah penduduk, sambung dia, kemudian melahirkan problem ekologi dan pangan.
“Tak hanya itu, ketimpangan antara Pulau Jawa dan luar Jawa pun ‘beranak-pinak’. Konsekuensinya, pertumbuhan kemiskinan di luar Jawa, khususnya Indonesia tengah dan timur meningkat. Ketimpangan sumber daya manusia juga meninggi, akibat ketimpangan sentra-sentra pendidikan unggul, yang menumpuk di Jawa,” ucap Andrinof.
Solusi dari semua itu, menurut Andrinof, adalah melakukan transformasi dari pola pembangunan kolonial yang mengandalkan ‘magnet’ tunggal di Jakarta maupun Jawa, ke model pembangunan merata ke wilayah tengah Indonesia.
“Jadi magnet tunggal itu harus dipecah, dan pemindahan IKN ini adalah upaya untuk memecahkan magnet tunggal itu,” kata Andrinof.
Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan, dengan ditandatanganinya Undang-Undang IKN oleh Presiden Jokowi, bangsa ini akan menorehkan sejarah baru dalam peradabannya.
Sejarah baru itu adalah pindahnya IKN dari Jakarta ke wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Dan pro kontra lumrah dalam negara demokrasi. Dengan catatan, mengungkapkan pendapat itu harus dilakukan secara elegan,” kata Hery.