Reporter: Sudirman Syarif
MAMUJU, mandarnesia.com — Pandemi virus corona atau covid-19 sudah meluas ke mana-mana. Di Provinsi Sulawesi Barat seorang pasien suspect corona dan dirawat di RSUD Polewali Mandar.
Pemerintah provinsi dan kabupaten telah melakukan berbagai upaya pencegahan wabah virus mematikan ini, namun masih jauh dari harapan.
Baca:https://mandarnesia.com/2020/03/satu-pasien-di-rs-polman-divonis-suspect-corona/
Alat pelindung kesehatan bagi tengah medis yang akan melakukan tindakan medis jika ditemukan ada pasien terjangkit corona di Sulbar masih sangat terbatas.
Kepala Dinas Kesehatan Sulbar dr. Muhammad Alief Satria Lahmuddin menyampaikan, tenaga medis di Sulbar tidak Percaya Diri (PD) untuk melakukan penanganan medis, jika ada pasien yang positif corona di Sulbar.
“Sebenarnya saya komunikasi saya dengan berbagai rumah sakit, posisi teman sepertinya mereka bingung. Tapi kita berharap melalui rapat ini ada solusi,” katanya dalam rapat mitigasi penyebaran virus corona diseasea (Vovid-19) di Rumah Jabatan Sekretaris Pemprov Sulbar, Senin (1/3/2020) malam.
Diungkapkannya, yang sangat urgent saat ini yang perlu dimiliki kabupaten, Alat Pelindung Diri (APD) karena tidak cukup. “Jika posisi itu terjadi (Wabah corona) saya kira kita tidak dalam posisi tidak siap. Kita dapat logistik dari Pusat untuk 30 APD, dan saya serahkan ke Polman karena di sana sudah ada pemantauan menuju pengawasan. Muda-mudah ada solusi di sana, karena saya sedang komunikasi intens dengan Dirut RS Polman.”
Baca:https://mandarnesia.com/2020/03/dinkes-sulbar-pantau-beberapa-pasien-termasuk-di-rs-polman/
“Dan saya katakan, itu selalu APD dan petugas kita di lapangan mengatakan tidak percaya diri tanpa APD. Saya khawatir jangan sampai para pekerja yang bersentuhan langsung dengan pasien, tidak memiliki rasa percaya diri karena tidak melihat APD,” tegasnya.
Sebelumnya salah satu perawat tewas setelah menangani pasien corona di Jawa. Berdasar aturan keamanan, satu pasien akan ditangani 10 tenaga medis dengan APD yang lengkap. Harga satu ADP ditaksir mulai dari sekitar Rp2,2 juta dan Rp2,7 juta.
“Sangat emergency untuk ada. Untuk pembelian itu semua kabupaten harus segera melakukan perpisahan pergeseran anggaran, kalau perlu perjalanan dinas ditiadakan,” jelasnya.
Sampai saat ini Rumah Sakit Regional yang menyediakan layanan rumah sakit rujukan corona belum optimal. Persoalannya sangat mendasar. Mulai dari Alat medis hingga APD.
Sementara untuk alat pendeteksi suhu atau thermal scans di Sulbar jumlahnya sangat terbatas. Dinas Kesehatan Sulbar hanya memiliki lima, itu pun merupakan pinjaman dari beberapa tempat.
“Tapi kita sudah rancang pergeseran anggaran 20 biji. Yang saya pikirkan saat ini adalah bagai mana dengan prosesnya, apakah terlalu panjang prosesnya? Karena ini tidak bisa lagi menunggu waktu. Saya berkomunikasi terus dengan Rumah Sakit Pasangkayu, Rumah Sakit Polman, potensi pengawasan ada di lapangan. Kalau itu muncul dan kemudian kita tidak siapa, maka masyarakat kita semakin tidak percaya diri,” ungkapnya.
Koordinasi dengan Rumah Sakit Pasangkayu, jika ditemukan ada pasien, dirujuk ke Rumah Sakit Palu. Sementara di Kabupaten Polman dirujuk ke Pare-pare dan Rumah Sakit Wahidin, Makassar. Sementara dalam prakteknya ditemukan ada masalah. “Saya sudah bicara dengan Kadis kesehatan Sulawesi Selatan, jawabannya kita harus mengurus masing-masing. Sementara tidak ada alat. Mulai malam ini kita harus bersiap untuk menerima ini (corona).”
Hal serupa juga diutarakan Direktur Rumah Sakit Regional Sulbar dr. Indawati, Ia menyampaikan APD yang disiapkan di RS Regional yang jumlahnya tiga, sudah terpakai pada saat ada pasien yang dirawat suspect corona beberapa waktu lalu.
“Hanya saja, kendal yang kita dapati APD terlalu sedikit. Kemarin hanya ada 3, kemudian waktu ada kasus suspect kemarin itu, OPD itu sudah dipakai semua. Karena waktu dirujuk APD dipakai oleh supir dan perawat untuk mengantar pasien tempo hari. Kemudian itu masih ada satu, waktu pembersihan ruangan juga digunakan. Jadi sekarang kita tidak ada APD,” jelasnya dalam rapat tersebut.
Untuk logistik, penanganan obat tetap secara sistem. Obat cukup cairan. Sementara untuk SDM di RS Regional ada Dokter Spesialis Paru-baru yang baru kembali dari pelatihan Kementerian. Kemudian tenaga Lab juga sudah dipanggil ke Kementerian dan diberikan kapasitas dalam hal penanganan corona virus. “Tetap kembali kepada alat pelindung diri, sangat tidak percaya diri kita punya perawat, tidak ada APD.”
Di RS Regional Sulbar ruang isolasi dilengkapi dengan filter have kemudian pada x house untuk isolasi cukup memenuhi syarat. Ruang isolasi perawatan untuk pasien berdampak virus corona di Regional ada dua.
Satu kamar untuk laki-laki dengan tiga bed dan kemudian satu kamar untuk perempuan dengan 3 bed. Kamar tersebut disiapkan pihak RS Regional untuk TB resisten.
“Sehingga kalau misalkan ada pasien dengan kasus itu (Corona), kita terapkan di situ dan kemudian TBMB-nya kita tempatkan lain. Jadi ada 6 tempat tidur untuk ruang perawatan tambah UGD 3 tempat tidur, berarti ada sembilan untuk saat ini,” jelasnya.
Ruangan yang teah dilengkapi dengan alat filter have dengan x hause. “Hanya saja ruangan kita itu belum bertekanan negative sesuai standar. Tetapi mana kala ada kasus itu, kita harus rawat dan bisa kita tempatkan di situ.”
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sulbar, Drs Amujib menyebutkan untuk pembiayaan wabah corona di Sulbar yang akan dibebankan pada anggaran Dana Tak Terduga (DTT) jumlahnya hanya Rp2,5 miliar setiap tahun.
Namun ada Peraturan dari Menteri Keuangan Tentang Penyaluran Dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Insentif Daerah Untuk Tahun Anggaran 2020 Dalam Rangka Penanggulangan Covid-19. Kemudian Keputusan Menteri Keuangan Tentang Penyaluran Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Kesehatan Dan Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Rangka Pencegahan Dan Atau Penanganan Covid-19.
“Terlepas dari angka yang tadi saya sampaikan, karena jelas bawah Kementerian Keuangan memberikan fleksibilitas kepada kita. Kaitan alokasi anggaran yang ada di Dinas Kesehatan ataupun di Rumah Sakit (RS) untuk digunakan dalam rangka penanganan covid-19,” jelas Amujib.
Dak fisik di Dinas Kesehatan sebesar Rp10,5 miliar, kemudian BOK Rp6,3 miliar. DID untuk Dinas Kesehatan Rp3 miliar, RS Rp6,6 miliar, dan akar RS Rp3,6 dengan total alokasi di fisik dan non fisik Rp61,1 miliar.
“Kami menyarankan Gubernur dalam mengambil keputusan penggunaan anggaran tetap mempertimbangkan berapa hal. Kemudian perlu juga didengarkan gambaran-gambaran BTT yang ada di setiap kabupaten,” ingin Amujib dalam rapat tersebut.
“Karena penanganan ini (Virus) harus komprehensif bukan hanya di provinsi tetapi sampai di kabupaten. Untuk pembayarannya sesuai dengan kewenangan kita masing-masing,” tutupnya.
Usai memimpin rapat, Sekretaris Provinsi Sulawesi Barat Muhammad Idris DP mengatakan, bentuk dan penanganan rumah sakit rujukan sudah sampai untuk memperkuat internal. Karena daerah masing-masing ingin melakukan pengolahan virus dengan sebaik-baiknya di daerahnya dan melibatkan melindungi warganya.
“Makanya kalau diskusi kesiapan Regional dibanding dengan Polman, karena daerah lain tidak mau menerima atau agak enggan untuk menerima. Saya kira rasional, artinya Sulsel, Sulteng itu pasti melakukan proteksi. Ini yang kita rapatkan untuk memperkuat kolaborasi,” kata Idris kepada mandarnesia.com.
Kalau misalnya sosial sekarang ada terindikasi seperti di (Polman) sambung dia, rumah sakit di kabupaten akan suplai dokter untuk menangani jika kekurangan dokter. “Jadi SDM-nya kita bisa bawa dari daerah lain, kalau misalnya di daerah tersebut kekurangan.”
“Pertemuan kita ini membangun model kemandirian dan juga membangun ‘kohesi’ atau kolaborasi supaya kita jangan kesulitan. Antara daerah itu harus dibiasakan. Kalau ini kan wabah, tidak mungkin bersama semua,” ungkapnya.